Lini kamera Fujifilm X-E secara tradisi bergaya kamera film rangefinder, dan huruf E pada nama kamera mengacu pada Electronic Viewfinder. Fujifilm X-E generasi kelima meneruskan tradisi tersebut dengan meningkatkan kualitas prosesor, image sensor dan menambahkan beberapa fitur baru yang menarik bagi pecinta fotografi.
![]() |
Image sensor Fujifilm X-E5 ini APS-C X-Trans Sensor dengan resolusi 40 megapixel, dengan prosesor generasi kelima yang mendukung sistem autofokus terbaru, dan yang paling baru adalah in-body stabilization sampai dengan 7 stop, yang belum pernah ada di lini X-E sebelumnya.
Baca juga: Review Xiaomi 15 dari Perspektif Fotografer |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desain X-E5 mungkin adalah daya tarik utama kamera ini, terutama yang mencari kamera yang compact dengan gaya retro. X-E5 sekilas juga mirip dengan Fujifilm X100 yang ikonik. Ada sedikit tonjolan di bagian depan kamera untuk pegangan, sedangkan kalau di generasi sebelumnya, XE-4 bagian depannya datar, jadi secara handling lebih baik sedikit. Sayangnya di bagian belakang kamera tidak ada thumb grip untuk menaruh jempol, jadi saya rasa aksesoris thumb grip akan sangat membantu.
![]() |
Mengubah setting penting kamera seperti exposure, mudah dan cepat karena di bagian atas kamera ada roda/dial untuk mengganti shutter speed, dan ada dua dial depan belakang untuk mengatur aperture dan ISO. Tentunya kalau lensa yang dipasang punya aperture ring, kita bisa langsung ubah di lensanya.
Ada dua tombol fungsi di bagian atas dan depan kamera. Keduanya bisa dikustomisasi, dan dial depan dan belakang juga bisa ditekan. Joystick juga membantu navigasi. Untuk akses menu lainnya ada tombol Q untuk akses ke menu-menu penting lainnya.
Jendela bidik di XE-5 sangat membantu saat memotret di tempat yang sangat terang atau menghadap cahaya. Tapi sayangnya ukuran jendela bidik ini relatif kecil, jadi mata saya harus sangat dekat dengan jendela bidiknya, dan ini kadang menyulitkan bagi saya yang pakai kacamata tebal. Untuk fotografi, viewfinder akan sangat membantu untuk konsentrasi dan kalau pakai lensa manual fokus akan membantu akurasi.
Kamera ini tidak weather-sealed, jadi perlu hati-hati saat membawanya ke daerah dengan cuaca ekstrem, dan kapasitas baterainya juga cukup kecil karena menggunakan baterai lama, jadi perlu bawa ekstra baterai untuk hunting foto atau video yang panjang. Saat darurat, power bank juga bisa dimanfaatkan karena kamera ini sudah ada port USB-C yang mendukung power delivery.
![]() |
![]() |
Kualitas Gambar
Seperti kamera Fujifilm kelas atas, Fujifilm X-H2 dan X-T5, kualitas gambar X-E5 kurang lebih setara, karena punya prosesor dan image sensor yang sama. Sensor 40 megapixel memungkinkan untuk cropping foto yang lebih leluasa, tapi untuk kondisi kurang cahaya, memang harus lebih berhati-hati, karena kualitas gambar akan menurun. ISO 1600 sepertinya batas aman untuk kamera ini. Bukannya gak bisa memotret lebih dari itu, tapi kualitas gambar akan terlihat kurang bagus karena adanya noise dan penurunan detail gambar.
![]() |
![]() |
Dynamic range kamera ini cukup oke, tidak sulit untuk memulihkan bagian gelap saat backlight, tapi kita akan melihat ada noise yang muncul di bagian yang gelap. Pada dasarnya hasil gambar akan sangat bagus jika cahayanya cukup dan lensa yang digunakan kualitasnya bagus, karena resolusi kamera sangat tinggi, 40 megapixel.
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Pengalaman Memotret
Fujifilm X-E5 bukan hanya seperti kamera film, tapi saat menggunakan, sekilas ada perasaan seperti menggunakan kamera film. Contohnya viewfinder-nya punya mode klasik.
Cara mengaktifkannya bisa menekan beberapa kali tombol DISP/Back saat menggunakan jendela bidik. Tampilan klasik menyerupai memotret di kamera film. Tidak ada ikon-ikon di bingkai foto, hanya ada beberapa info penting tentang exposure di bagian bawah yang berwarna merah, dan di sebelah kanan ada exposure metering.
![]() |
Bukan hanya itu, untuk menguatkan rasa seperti kamera film, ada film simulation recipe yang bisa di simpan settingnya di fungsi FS1 sampai FS3. Fungsi ini baru, sampai review ini dibuat hanya ada di XE-5, yang mana kita bisa atur karakter foto yang akan kita buat.
![]() |
![]() |
Di bagian atas kamera, ada jendela kecil yang menunjukkan film simulation yang aktif, dan mengubahnya bisa menggunakan dial yang sangat mudah dan cepat.
Untuk review kali ini, saya mencoba resep Kodak 1976 dan film hitam putih Ilford HP5 Plus 400 yang dibagikan situs Fujifilm X weekly. Teman-teman boleh coba juga di kamera Fujifilm lainnya, hanya saja yang XE-5 ini lebih praktis karena bisa disave dan dipanggil dengan dial lewat FS1 sampai FS3.
Perlu diketahui juga karena bagian Chrome effect dan Clarity membutuhkan waktu proses tambahan, maka saat film simulation recipe menggunakan efek-efek tersebut maka perlu waktu untuk memprosesnya, dan foto berturut-turut tidak bisa diaktifkan. Harapan saya generasi prosesor Fujifilm ke depannya bisa lebih cepat prosesnya.
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Setelah mencoba XE-5 film simulation recipe, saya merasa lebih semangat untuk memotret. Hasil gambar recipe Kodak, yang basisnya dari film simulation Nostalgic Negative, memberikan nuansa warna kuning dan orange yang khas, cocok di kawasan Pasar Lama Tangerang, sedangkan yang monochrome juga mengingatkan saya saat belajar fotografi pertama kali dengan rol film hitam putih Ilford.
Lalu ada lever atau tuas di bagian depan kamera seperti kamera film. Kalau di kamera film rangefinder fungsinya untuk mengganti frame line, tapi di kamera digital ini bisa buat mengganti aspek rasio atau digital teleconverter (digital cropping). Kalau di toggle ke kiri itu akan mengganti cropping ke 1.4x sampai 2x, kalau ke kanan dan tahan beberapa detik, akan berfungsi untuk mengganti aspek rasio. Kalau toggle biasa akan memberikan tampilan yang berbeda-beda.
![]() |
![]() |
Fujifilm memang piawai dalam menerjemahkan fungsi di kamera film ke kamera digital masa kini. Jika dikuasai, kamera ini bisa jadi alat yang sangat pas di tangan fotografer atau visual artists yang peka dengan estetika yang dijumpai sehari-hari.
Kinerja Autofokus
Seperti kamera generasi ke-5 lainnya, autofokus dalam hal deteksi subjek sangat cepat dan bisa mengikuti subjek dengan cepat. Tapi akuisisi fokusnya menurut pengalaman saya tergantung pada lensa yang digunakan.
Kalau lensanya punya linear motor yang cepat, autofokusnya sangat baik, tapi kalau motornya yang lambat atau biasa, misalnya DC Motor atau STM, itu akan kurang begitu maksimal. Untuk subjek yang still atau cenderung diam, tidak masalah untuk sistem autofokus generasi ke-5 ini, kalau bergerak cepat dan foto continuous, bisa ada foto yang gagal fokus karena lensa gagal mengikuti instruksi kamera.
Kesimpulan
![]() |
Secara keseluruhan, Fujifilm X-E5 boleh dibilang kamera yang lengkap fiturnya, siap untuk berbagai jenis fotografi. Tapi secara desain, kamera ini cocok untuk pecinta kamera compact seperti film. Untuk jenis fotografi, kamera ini paling cocok buat street, travel atau still life photography yang senang menangkap keindahan di sekitar kita.
Fujifilm X-E5 dijadwalkan tiba di Indonesia di bulan Agustus 2025. Untuk harga resminya sampai tulisan ini naik, belum ada angka resminya. Namun, menurut sumber yang dapat dipercaya, harga kameranya akan dijual di harga Rp 25 jutaan sedangkan paket dengan lensa 23mm f/2.8 Rp29juta.
Simak Video " Intip Kecanggihan Lensa dan Kamera Terbaru Keluaran Sony"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/fay)