Pasalnya, di kamera SLR film, itu adalah satu-satunya cara untuk melihat citra yang akan dipotret. Sementara di kamera digital, sensor kamera bisa menampilkan gambar yang terekam langsung ke layar maupun electronic viewfinder (EVF).
"DSLR itu sebenarnya kamera transisi dari film ke digital. Digital itu nggak perlu pakai cermin lagi sebenarnya. Itu absurd," ujar Sandy Chandra, Marketing Manager Olympus Customer Care Indonesia, saat meluncurkan Pen-F di Jakarta, Selasa (26/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain membuat dimensi menjadi besar, cermin ini juga dinilai membuat adanya jeda saat menekan tombol shutter. Karena cermin itu perlu diangkat terlebih dahulu agar cahaya dari lensa bisa masuk melewati shutter dan sampai di sensor kamera. "Kalau di mirrorless kan langsung, dari lensa langsung ke LCD, nggak ada jeda lagi," kata Sandy.
Olympus sendiri sudah memutuskan untuk menghentikan produksi DSLR sejak 2013 lalu, dan fokus di mirrorless interchangeable lens camera (MILC). Di kelas ini, Olympus menggunakan format micro four third (MFT), yang juga digunakan oleh beberapa pabrikan kamera lain seperti Black Magic dan Panasonic.
Ukuran sensor di format MFT ini adalah setengah dari ukuran sensor 35 mm (full frame). Sensor yang lebih kecil ini dinilai banyak pihak menjadi kelemahan dari sistem MFT, karena jumlah cahaya yang bisa direkam lebih sedikit ketimbang sensor 35 mm.
Namun Sandy menampik hal ini, menurutnya yang paling penting adalah mendesain lensa yang sesuai dengan ukuran sensor kamera. Hal itu menurutnya akan bisa mengoptimalkan kualitas gambar yang dipotret.
"Kalau di DSLR, dengan sensornya yang besar itu, gambarnya cuma tajam di tengah. Sementara di mirrorless (micro four thirds) karena lensanya didesain sesuai ukuran sensor, gambarnya bisa tajam dari tengah sampai ke ujung frame," kilah Sandy. (asj/fyk)