Microsoft Windows tumbang belum lama ini, menampilkan blue screen of death. Perusahaan keamanan siber CrowdStrike berada di balik gangguan yang sangat merugikan itu.
Kejadian ini banyak dianggap gangguan TI terbesar dalam sejarah yang menyebabkan pembatalan lebih dari 5.000 penerbangan komersial, mengganggu bisnis mulai dari ritel, pengiriman paket, hingga prosedur di rumah sakit. Itu merugikan secara uang, waktu, serta produktivitas staf.
Masalah ini disebabkan oleh update CrowdStrike yang error dan memerlukan waktu berhari-hari sebelum sistem kembali normal. CrowdStrike mengatakan sejumlah besar dari sekitar 8,5 juta perangkat yang terkena dampak telah kembali online.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski CrowdStrike meminta maaf, namun belum disebutkan apakah mereka bermaksud memberi kompensasi pada pelanggan yang terkena dampak atau tidak. Para ahli mengatakan kemungkinan akan ada tuntutan remunerasi dan gugatan hukum.
"Jika Anda seorang pengacara CrowdStrike, Anda mungkin tidak akan menikmati sisa musim panas Anda," kata Dan Ives, analis teknologi Wedbush Securities yang dikutip detikINET dari CNN, Selasa (23/7/2024).
Para ahli sepakat masih terlalu dini untuk menentukan kerugian gangguan internet global itu. Namun biaya yang harus ditanggung mereka yang terdampak totalnya bisa mencapai USD 1 miliar atau lebih dari Rp 16 triliun, menurut perhitungan Patrick Anderson, CEO Anderson Economic Group.
"Gangguan ini berdampak pada lebih banyak konsumen dan dunia usaha, mulai dari ketidaknyamanan hingga gangguan serius dan mengakibatkan biaya yang tak dapat mereka peroleh kembali dengan mudah," katanya. Anderson menambahkan biaya yang harus ditanggung bisa sangat besar bagi maskapai, karena hilangnya pendapatan dari penerbangan yang dibatalkan.
Meskipun CrowdStrike mendominasi bidang keamanan siber, pendapatannya hanya kurang dari USD 4 miliar per tahun. Namun mungkin ada perlindungan hukum bagi CrowdStrike dalam kontraknya untuk melindunginya dari tanggung jawab.
"Saya kira kontrak tersebut melindungi mereka," kata James Lewis, peneliti di Pusat Studi Strategis dan Internasional.
Juga tidak jelas berapa banyak pelanggan yang mungkin tak mau lagi memakai CrowdStrike. Ives memperkirakan kurang dari 5% pelanggan akan pindah. "Mereka adalah pemain yang sudah mengakar, menjauh dari CrowdStrike adalah sebuah pertaruhan," katanya.
Akan sulit dan mungkin butuh biaya tambahan bagi banyak pelanggan untuk beralih dari CrowdStrike ke pesaing. Namun dampak nyata bagi CrowdStrike bisa berupa kerusakan reputasi yang akan mempersulit perolehan pelanggan baru.
"Saat ini CrowdStrike menjadi sebuah nama yang populer namun hal ini tidak dalam arti yang baik, dan memerlukan waktu untuk menyelesaikannya," kata Ives.
(fyk/fay)