Empat orang hacker asal China ditangkap karena mengembangkan ransomware dengan bantuan ChatGPT.
Serangan ransomware ini pertama dilaporkan oleh sebuah perusahaan yang tak disebut namanya di Hangzhou, ibukota provinsi Zhejiang, China. Sistem perusahaan tersebut disandera oleh ransomware dan hackernya meminta tebusan 20 ribu Tether, seperti dikutip detikINET dari kantor berita Xinhua, Senin (1/1/2024).
Kemudian ada dua tersangka yang ditangkap di Beijing pada akhir November, dan dua tersangka lain ditangkap di Mongolia. Mereka mengakui menulis kode ransomware dan mengoptimalkan ransomware tersebut dengan bantuan ChatGPT, melakukan pemindaian celah, menyusupkan ransomware, dan melakukan pemerasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun laporan tersebut tak menyebutkan apakah ChatGPT masuk sebagai bagian dari tuduhan, karena sampai saat ini ChatGPT tak tersedia di China secara resmi. Begitu juga juga aturan pemakaian AI generatif asing yang belum diatur dalam UU di China.
Sejak OpenAI merilis ChatGPT pada akhir 2022, mereka masih memblokir aksesnya ke sejumlah negara, yaitu China, Hong Kong, Korea Utara, dan Iran. Namun para pengguna mengatasi pemblokiran tersebut menggunakan VPN dan nomor telepon dari negara lain.
Kepolisian Beijing sebelumnya juga pernah memperingatkan warga kalau ChatGPT bisa melakukan tindakan kriminal dan menyebarkan hoax. Misalnya pada Mei 2023, polisi menangkap seorang pria di provinsi Gansu, China, karena diduga menggunakan ChatGPT untuk membuat berita bohong soal kecelakaan kereta dan menyebarkannya secara online.
Kemudian pada Agustus 2023, polisi menangkap enam orang yang terlibat aksi penipuan menggunakan teknologi deepfake. Yaitu untuk membuat dokumen identifikasi yang kemudian dipakai untuk melakukan aksi penipuan dengan meminjam uang ke bank.
Bahkan, badan Federal Trade Commission milik Amerika Serikat pun memperingatkan kemampuan AI untuk meniru suara seseorang, yang kemudian bisa dipakai untuk aksi penipuan.
Baca juga: 7 Produk Teknologi yang Mati di Tahun 2023 |
(asj/asj)