Ratusan Pesan Ajakan Kekerasan di AS Dihapus Telegram
Hide Ads

Ratusan Pesan Ajakan Kekerasan di AS Dihapus Telegram

Josina - detikInet
Selasa, 19 Jan 2021 21:54 WIB
LONDON, ENGLAND - MAY 25:  A close-up view of the Telegram messaging app is seen on a smart phone on May 25, 2017 in London, England. Telegram, an encrypted messaging app, has been used as a secure communications tool by Islamic State. (Photo by Carl Court/Getty Images)
Foto: Carl Court/Getty Images
Jakarta -

Di tengah meningkatnya ketegangan politik di Amerika Serikat, pendiri Telegram Pavel Durov mengatakan telah menghapus ratusan pesan yang berisikan seruan publik untuk melakukan kekerasan. Langkah penghapusan ini sesuai dengan sesuai dengan persyaratan layanan Telegram.

Lewat postingannya, Durov menekankan bahwa Telegram memiliki komitmen untuk melarang seruan yang memicu kekerasan.

"Telegram menyambut baik debat dan protes damai. Namun Persyaratan Layanan kami secara eksplisit melarang penyebaran seruan publik untuk melakukan kekerasan," kata Pavel Durov, dikutip dari The Verge, Selasa (19/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan gerakan sipil di seluruh dunia sebagian bergantung pada Telegram untuk membela hak asasi manusia tanpa menimbulkan kerugian.

Telegram telah menjadi moderat melawan kekerasan dan terorisme di ruang publik, namun juga perusahaan konsisten untuk menolak pesannya dapat diakses oleh penegak hukum.

ADVERTISEMENT

Durov mengatakan Telegram telah melihat adanya lonjakan dalam hal kekerasan yang juga dilaporkan oleh platform AS lainnya selama sebulan terakhir.

"Pada awal Januari, tim moderasi Telegram mulai menerima peningkatan jumlah laporan tentang aktivitas publik terkait AS di platform kami," kata Durov.

"Tim bertindak tegas dengan membekukan channel terkait AS yang menyerukan kekerasan. Berkat upaya ini, minggu lalu moderator kami memblokir dan menutup ratusan hasutan untuk melakukan kekerasan yang bisa menjangkau puluhan ribu pelanggan," lanjutnya.

Telegram melihat peningkatan signifikan pada pengguna selama dua minggu terakhir, setelah adanya pembaruan besar pada kebijakan privasi WhatsApp yang membuat banyak pengguna mencari alternatif lain.

Sejak itu juga Signal mendapatkan jutaan pengguna baru yang berdampak membebani infrastruktur layanan sehingga tidak dapat diakses selama lebih dari 24 jam.




(jsn/fay)