Ternyata Ratusan Karyawan Twitter Desak Akun Trump Diblokir
Hide Ads

Ternyata Ratusan Karyawan Twitter Desak Akun Trump Diblokir

Fino Yurio Kristo - detikInet
Minggu, 10 Jan 2021 07:04 WIB
Ketika Donald Trump Kehilangan Corongnya di Media Sosial
Ternyata Ratusan Karyawan Twitter Desak Akun Trump Diblokir. Foto: DW News
Jakarta -

Ratusan karyawan Twitter rupanya jengah dengan beragam cuitan kontroversial Donald Trump di layanan mereka, hingga lebih dari 300 pegawai menandatangani memo internal agar akun itu diblokir. Beberapa waktu kemudian, Twitter benar-benar mencekal akun Trump secara permanen.

Seperti dikutip detikINET dari The Verge, memo itu menyatakan bahwa kayawan Twitter prihatin dengan terjadinya kerusuhan berdarah di gedung Capitol yang sampai mengakibatkan korban jiwa. Presiden Donald Trump dianggap berkontribusi dengan cuitannya yang cenderung memprovokasi sehingga akunnya sebaiknya ditutup secara permanen.

"Aksi tersebut membahayakan Amerika Serikat, perusahaan dan juga karyawan kita," tulis mereka. Twitter juga sebaiknya mengevaluasi kebijakan perusahaan karena mungkin turut berperan pada terjadinya kerusuhan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita harus belajar dari kesalahan kita ini dalam rangka menghindari kerusakan di masa depan," tambah para karyawan Twitter tersebut.

Beberapa saat kemudian, petinggi Twitter memutuskan untuk memblokir akun Donald Trump selamanya. CEO Twitter, Jack Dorsey, memenuhi janjinya bahwa jika Donald Trump kembali melakukan pelanggaran, maka pihaknya tidak akan segan-segan untuk bertindak tegas walau ia berstatus presiden Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

Mengenai kerusuhan yang terjadi di gedung Capitol, Dorsey menganggap adalah tanggung jawab para pemimpin negara untuk mencegah atau memperbaikinya. Sedangkan tugas Twitter hanya memastikan komunikasi yang dilakukan melalui layanannya berjalan dengan sepantasnya.

"Kita bukan pemerintah. Pejabat terplih seharusnya bekerja untuk memperbaiki hal ini dan menyatukan negara kita. Peran kita adalah melakukan segala yang kita bisa untuk mempromosikan diskursus yang sehat, mengetahui bahwa mungkin hal itu takkan selalu diterima dalam jangka pendek, tapi jangka panjang," cetus Dorsey.




(fyk/rns)