Peluang dan Ancaman Sekolah Online di 2021
Hide Ads

Peluang dan Ancaman Sekolah Online di 2021

Tim - detikInet
Jumat, 01 Jan 2021 14:30 WIB
Sofia Roboli records sign language lessons that are broadcast on public television, at an elementary school in Athens, Friday, Nov. 20, 2020. Most other European countries have vowed to keep schools open, but the pandemic has hit Greece hard for the first time in recent weeks following a successful lockdown in the spring, overwhelming hospitals in parts of the country. State television is making and broadcasting lessons, while teachers sit in empty classrooms talking to remote students. Despite some problems, they say it keeps children in touch with their schools. (AP Photo/Thanassis Stavrakis)
Sekolah online. Foto: AP/Thanassis Stavrakis
Jakarta -

Terobosan terjadi di tahun 2020 ketika sekitar 1,5 miliar siswa tak dapat sekolah akibat pandemi Corona. Sistem pendidikan di seluruh dunia pun mengalami perubahan signifikan dengan sekolah online. Pengajar dipaksa menguasai platform seperti Zoom, tanpa kehilangan kualitas pendidikan.

Digitalisasi pendidikan kemungkinan akan terus lanjut, bisa jadi hal baik sekaligus buruk. Di satu sisi, ada berbagai kemungkinan dan platform baru, termasuk yang awalnya tak ditujukan untuk pendidikan. Contohnya Tiktok, awalnya pengajar tak menggunakan platform ini, lebih ke YouTube, tapi tahun 2020 TikTok jadi platform populer untuk konten pendidikan.

Di sisi lain, banyak dari alat pendidikan digital baru tak hanya meningkatkan pengalaman dalam pendidikan, tapi juga ancaman. Berikut dalam keterangannya, Kaspersky ungkap beberapa potensi risiko terbesar yang dapat terjadi di sektor pendidikan di tahun 2021:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Pengembangan Sistem Manajemen Pembelajaran (Learning Management System) Pendidikan

LMS memungkinkan pengajar melacak proses pembelajaran siswa, menunjukkan perkembangan mereka dan aspek yang membutuhkan perhatian dari pengajar. Meski sudah ada beberapa sistem terkenal (Google Classroom, Frog, dll), pasar sistem LMS baru terlihat masih akan terus berkembang.

ADVERTISEMENT

Seiring dengan bertambahnya jumlah dan popularitas LMS, jumlah situs phishing yang terkait dengan layanan pendidikan dan konferensi video juga akan bertambah. Tujuan utama mereka adalah mencuri data pribadi atau menyebarkan spam di komunitas pendidikan.

Di pertengahan 2020 saja, 168.550 pengguna unik menghadapi ancaman yang didistribusikan dengan kedok platform pembelajaran online/aplikasi konferensi video populer, naik 20,455% dibanding tahun 2019. Sistem LMS juga membuka potensi untuk hal baru tak terduga lain, seperti ancaman Zoombombing. Jika sekolah terus melakukan pembelajaran jarak jauh, sistem ini akan terus menjadi vektor serangan populer.

2. Lebih banyak perhatian diberikan pada layanan video seperti Youtube, Netflix, SchoolTube, KhanAcademy, dll

Akan ada lebih banyak kreasi konten video pendidikan sebagai produk jadi dan digunakan sebagian oleh guru untuk sekolah online. Faktanya, sekitar 60% guru sudah menggunakan YouTube di kelas.

Meski video dapat jadi alat pendidikan ampuh, ada juga banyak konten yang tidak sesuai usia yang dapat ditemukan di layanan video populer, dan pembuat konten tersebut dapat menggunakan topik pendidikan sebagai kedok (YouTube / TikTok / Instagram, dll). Ini bukan ancaman baru, tetapi dengan pertumbuhan digitalisasi dan sekolah online, relevansinya dapat semakin berkembang.

3. Penggunaan platform media sosial dalam proses pendidikan

Media sosial dapat menjadi cara yang bagus mendorong keterlibatan siswa selama dan setelah kelas, dan berfungsi sebagai cara bagi guru terhubung dengan siswa. Namun, ada juga beberapa ancaman terkait regulasi konten. Saat ini, pengajar atau administrator layanan harus mengatur konten di LMS dan aplikasi konferensi video secara manual - ini menjadi tugas yang besar.

Memoderasi konten di platform media sosial atau obrolan grup online adalah hal lebih besar, terutama di grup atau obrolan publik. Hal itu membuka jalan bagi konten yang tidak sesuai, komentar yang menyinggung, dan cyberbullying.

Kekhawatiran lainnya adalah privasi. Aplikasi atau layanan yang tidak dikonfigurasi dengan benar adalah cara populer untuk mengeksploitasi data pribadi, bahkan tanpa alat dan kerentanan khusus. Dalam kasus terkait, siswa dan tenaga pengajar dapat menjadi korban serangan semacam itu.

4. Gamifikasi proses pendidikan

Hampir semua orang di sekolah sudah mengetahui tentang belajar dengan Minecraft, tetapi selain dari game ini, ada banyak layanan yang memungkinkan untuk kegiatan belajar sambil bermain (While True: Learn, Classcraft, Roblox, dll.).

Namun, segera setelah memasukkan game ke dalam kelas, maka itu akan berpotensi membuka risiko yang sama dengan yang para siswa hadapi saat bermain game dari rumah: penipuan dan penindasan dari orang tidak dikenal (troll), file berbahaya yang disamarkan sebagai pembaruan atau add-on game, dan lain lain.

Fakta lainnya, kekhawatiran terbesar dan terdekat saat ini adalah mengenai privasi. Mengelola privasi di layanan apa pun membutuhkan klarifikasi dari pengguna, tetapi banyak pengguna (terutama anak-anak yang lebih muda) tidak tahu cara mengontrol setelan privasi dengan tepat.

Selain itu, akan ada banyak layanan menyediakan alat untuk mengatur proses pendidikan secara online, dan para pengajar kemungkinan besar menggunakan lebih dari satu. Para pengajar perlu memberikan perhatian khusus tidak hanya untuk melindungi informasi pribadi mereka sendiri, tetapi juga data siswa mereka.