6. Senja kala Social Justice Warrior
Terkait dengan prediksi mengenai kehidupan digital yang lebih sehat pasca wabah virus corona, ada prediksi juga kalau fenomena Social Justice Warrior (SJW) akan berubah. Hal ini dikatakan Direktur Strategi Vote Common Good, Amy Sullivan.
Pandemi virus corona membuat umat beragama beribadah dengan cara yang baru untuk menghindari penularan. Hal itu mendorong manusia untuk lebih terkoneksi secara virtual.
Kegiatan kontemplatif dan perenungan hidup akan meningkat. Akibatnya, akan muncul titik jenuh terhadap sepak terjang pelaku Social Justice Warrior yang selama ini cuap-cuap mendefinisikan kebenaran versi mereka sendiri.
Ketika semua orang menderita, terisolasi dan beribadah jarak jauh, ini sungguh bukan momennya untuk menjadi netizen maha benar. Orang-orang butuh empati dan aksi nyata, bukan diceramahi lagi.
7. Pemerintahan virtual
Ethan Zuckerman adalah associate professor di MIT, Direktur Center for Civic Media dan pengarang buku Digital Cosmopolitans: Why We Think the Internet Connects Us, Why It Doesn't, and How to Rewire It. Dia berpendapat usai wabah virus corona, bersiap-siaplah untuk pemerintahan virtual.
Wabah corona menyebabkan anggota DPR tidak bisa berkumpul rapat demi mencegah penularan. Di Amerika saja, anggota DPR sudah positif kena COVID-19. Mengatur pemerintahan secara virtual kini menjadi solusi yang dipikirkan.
Teknologi dipakai supaya anggota dewan dan pemerintahan bisa tetap bekerja tanpa langsung bertatap muka. Sementara itu, perintis startup Democracy Live, Joe Brotherton menambahkan, terkait dengan pemerintahan virtual ini, maka pemilu elektronik juga akan menjadi tren baru.
Pemilihan suara untuk memilih anggota parlemen atau kepala daerah, akan lebih aman dari wabah penyakit kalau TPS-nya dibikin virtual. Namun pemilu elektronik menuntut adanya perangkat mobile yang aman, transparan, dan efektif dari segi biaya serta teknologi yang mumpuni.
(fay/fay)