Setidaknya demikian pandangan Steven Suhadi, Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI). Dia menyebutkan, Indonesia adalah negara yang kondusif dalam menerapkan teknologi blockchain, lantaran bentuknya merupakan kepulauan. Terlebih, belum ada cara yang efisien dalam menghubungkan semua pulau-pulau tersebut.
"Indonesia sangat kondusif karena transaksi antar pulau membutuhkan sistem yang efisien untuk mencapai kesepakatan sehingga transaksi lebih mudah dan pergerakan serta kemajuan negara kita juga lebih cepat, dan hal itu belum ada," kata Steven dijumpai detikINET beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan menurut Constantin Papadimitriou, co-founder XBlockchain, sebuah organisasi yang fokus dalam membangun platform blockchain di Asia, listrik juga merupakan penyokong blockchain yang tak kalah pentingnya dengan internet. Karenanya, dia menyarankan beberapa node lebih tersebar di dalam negeri.
"Saat ini, node masih tersentralisasi di Jabodetabek dan Surabaya. Idealnya pemerintah melakukan endorse terhadap blockchain dengan menghadirkan sejumlah node yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia," ujar Kiki, sapaan akrabnya.
Di samping itu, menurutnya, infrastruktur lain yang dibutuhkan adalah edukasi dan pemahaman serta iniasiatif untuk mempelajari blockchain. Edukasi tersebut meliputi hampir seluruh segmen, mulai dari pemerintahan, startup, hingga mahasiswa.
![]() |
"Pertama internet, kedua knowledge dan kemauan. Kita ada di perfect stage. Kalau kita bisa bangun ke dalam negara, pasti sistem ini bisa di-translate ke luar juga," urainya.
Terkait dengan edukasi, Kiki mengatakan bahwa saat ini banyak permintaan terhadap programmer yang mengerti blockchain. Mengingat terdapat peluang besar di dalamnya, Kiki mengusulkan sekolah-sekolah pemerintah atau pun swasta di Indonesia bisa segera memberikan kurikulum untuk belajar programming blockchain.
Selain menghadirkan infrastruktur memadai, pemerintah, yang kali ini akan berhubungan dengan asosiasi terkait, dianggap perlu membuat sebuah standar atau konsensus yang dapat diterapkan semua pihak sehingga maanfaat teknologi tersebut bisa terasa. Ini merupakan tugas pemerintah sebagai pihak yang netral untuk menjembatani sejumlah perusahaan yang barangkali terlibat kompetisi di dalam bisnis.
Triawan Munaf, Kepala Badan ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf), memandang peran pemerintah sangat sentral dalam mempersatukan para pemain agar sepakat untuk menggunakan teknologi blockchain demi kemajuan bangsa.
Selain itu, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dinilai tidak boleh tertinggal dan terus mengikuti arus informasi mengenai perkembangan blockchain yang dapat digunakan untuk memajukan ekonomi Indonesia serta menyederhanakan birokrasi.
"Kita diposisikan setara dengan negara lain karena karakteristik teknologi blockchain hanya membutuhkan intellectual capability. Apa yang dilakukan oleh talenta AS dan Singapura, Indonesia juga bisa. Karena kita punya starting point yang sama, punya market yang besar, sehingga implementasinya lebih luas dari negara lain. Dengan melihat itu, seharusnya kita jadi pihak yang sangat diuntungkan, kalau tidak dimanfaatkan maka kita akan menyesal," kata Kiki panjang lebar.
Terkait dengan implementasi blockchain di Indonesia, Steven mengungkapkan bahwa sudah ada salah satu perusahaan dalam negeri yang menerapkan teknologi blockchain untuk transparansi pajak.
Selain itu, ada juga perusahaan logistik, terutama supply chain, di samping beberapa korporasi lain yang sedang mengeksplorasi teknologi blockchain untuk proses transaksi atau pembayaran.
Tonton juga 'Efek Era Digital: 65 Ribu Pekerjaan Baru Muncul, 57% Hilang':
(rns/rns)