Senin lalu, akses user terhadap Telegram resmi diblokir oleh pemerintah Rusia lewat Roskomnadzor, lembaga nasional yang bertanggung jawab dalam sektor komunikasi dan media massa. Sejak saat itu, Roskomnadzor pun terus melakukan upaya untuk benar-benar melenyapkan penyedia layanan berbagi pesan tersebut di Rusia.
Lembaga yang berdiri pada 2008 tersebut telah memblokir 18 sub-jaringan serta lebih dari 150 juta alamat IP milik Google dan Amazon yang dimanfaatkan oleh Telegram. Selain itu, Roskomnadzor juga sudah melayangkan permohonan kepada pihak Google dan Apple untuk menghapus aplikasi Telegram dari Play Store dan App Store di Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Telegram Dihapus, Ini Perlawanan Pavel Durov |
Menyadari Telegram terhitung sangat populer di kalangan jurnalis, mereka pun menawarkan para rekan-rekan media untuk beralih ke layanan lain. Juru bicara lembaga tersebut mengatakan, pihaknya telah meminta para jurnalis yang sebelumnya menggunakan Telegram untuk memakai ICQ, yaitu layanan di bawah naungan Mail.ru, perusahaan teknologi asal Rusia.
Berbagai aksi yang dilakukan pemerintah Rusia dalam menghapus peredaran Telegram pun membuat pendirinya, Pavel Durov, tak tinggal diam. Melalui akun Instagram miliknya, Durov yang juga CEO Telegram telah menyerukan ketahanan digital lewat tagar #digitalresistence sebagai sikapnya dalam melawan keputusan pemerintah Rusia untuk memblokir layanan berbagi pesan besutannya tersebut.
Ia pun menjanjikan hadiah bagi pihak-pihak yang mau mendukungnya dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintah Rusia. Pria kelahiran Saint Petersburg tersebut mengaku tengah mempersiapkan untuk memberikan Bitcoin senilai jutaan dollar AS bagi seseorang maupun perusahaan yang menjalankan proxy dan VPN untuk mendukung kebebasan menggunakan internet di Rusia.
Keputusannya tersebut bercermin pada kenyataan bahwa sejumlah pengguna Telegram telah melakukan penanggulangan terhadap pemblokiran tersebut dengan menggunakan virtual private network. Fitur tersebut memungkinkan mereka seakan tengah mengakses internet dari negara lain.
Hal tersebut pun ditunjukkan Durov secara tidak langsung setelah dirinya masih bisa menulis melalui channel Telegram miliknya. Dalam unggahannya tersebut, pria berusia 33 tahun ini mengatakan bahwa tidak ada penurunan jumlah pengguna secara drastis di Rusia sejak aksi pemblokiran oleh pemerintah setempat, seperti detikINET kutip dari Reuters, Rabu (18/4/2018).
Diakuinya, hal tersebut kembali pada kecerdikan para user dalam memanfaatkan VPN dan proxy untuk mengakses layanan berbagi pesan tersebut. Kemudian, ia juga berterima kasih kepada Apple, Google, Amazon, dan Microsoft yang sampai saat ini tidak terlibat dalam penghapusan Telegram.
Perlawanan Durov ini tentu tak lepas dari banyaknya user Telegram yang berasal dari Rusia. Ia mengaku bahwa sekitar 7% dari total pengguna Telegram yang saat ini sudah melebihi 200 juta di seluruh dunia berasal dari negara kelahirannya tersebut.
Selain itu, pria yang meninggalkan negaranya pada 2014 lalu memang telah menjadi salah seorang yang sangat vokal untuk mengkritisi kebijakan Rusia dalam membatasi kebebasan menggunakan internet bagi masyarakatnya.
Saksikan video 20Detik untuk mengetahui perlawanan Pavel Durov mengenai ancaman pemblokiran Telegram di sini:
[Gambas:Video 20detik] (rns/rou)