Bagi yang sudah pernah berkunjung ke markas Google di Mountain View, California, Amerika Serikat, pasti pernah melihat ada replika T-Rex, dinosaurus karnivora yang paling berkuasa 65 juta tahun silam.
Seperti disaksikan langsung oleh detikINET, replika T-Rex itu memang masih berdiri tegak, tapi hanya tinggal tulang belulang saja. Bukan tanpa sebab kalau dinosaurus itu dipajang di sana, di halaman utama mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Apalagi di era serba cepat internet saat ini. Semua yang ketinggalan, pasti akan terbelakang. Lihat saja nama-nama seperti Friendster, dan sejumlah pemain internet kelas dunia yang sudah bertumbangan.
Bahkan Yahoo yang tadinya hadir lebih dulu dari Google, begitu terseok-seok kakinya di pusaran bisnis internet yang tak kenal ampun. Hal itu disadari benar oleh Google. Bagi mereka, hanya ada satu kunci untuk tetap bertahan: terus berinovasi.
Tak Bisa Sendiri
Dari paparan yang dikemukakan oleh CEO Google Sundar Pichai saat memberikan keynote di ajang Google I/O 2016, tersirat jelas bahwa Google sebagaimanapun besarnya, tetap memerlukan bantuan pihak lain untuk terus mempertahankan singgasananya.
Google butuh bantuan para developer pengembang aplikasi, butuh sebuah ekosistem di mana dia yang akan jadi pusat orbitnya. Itu sebabnya, tiap tahun digelar yang namanya Google I/O, pestanya para developer.
![]() |
Para developer bisa meraup banyak manfaat dengan menghadiri ajang I/O ini. Ada banyak trek yang bisa dimanfaatkan developer untuk cari tahu lebih lanjut tentang teknologi Google, yang sudah ada ataupun yang akan datang.
Selama tiga hari, ada tiga tema besar yang jadi topik utama Google I/O tahun ini, yakni soal assistance, machine learning, dan virtual reality.
Sundar pun menaruh harapan besar pada penerapan ketiga teknologi itu pada banyak bidang. Ia menyebut era sekarang adalah era yang tak pernah terjadi di dunia komputasi sebelumnya.
"Hal-hal yang dulu orang kira tidak mungkin terjadi, kini malah semakin mendekati kenyataan," pungkasnya.
(rou/ash)

