Seperti yang ramai diberitakan, pemberlakuan pajak cuma-cuma diwarnai penolakan sejumlah penggiat bisnis e-commerce. Sebagian mengemukakan pendapatnya bahwa hal yang sifatnya bersifat gratis seperti internet ini tidak seharusnya dikenakan pajak.
Pajak cuma-cuma rencananya akan diterapkan pada beberapa model bisnis e-commerce seperti iklan baris online dan marketplace yang sebagian besar jasanya dapat dinikmati oleh masyarakat secara gratis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pajak cuma-cuma ini hanya berlaku untuk bisnis yang memang tradisional. Bisa dibatasi lingkup peredaran barangnya karena memang tidak memanfaatkan internet. Daniel mencotohkan dengan produksi rokok atau ponsel yang memang diproduksi di sini dan hanya dijual di Indonesia, serta bisa dikontrol penjualannya.
"Kalau sudah berbicara online, nomor satu sifat internet itu kan gratis. Kalau memang sifat terbaik dan terkuat internet adalah gratis dan yang gratis itu dikenakan pajak maka sangat bertolak belakang dengan internet. Sehingga perlu dikaji ulang apakah cocok diberlakukan pajak cuma-cuma ini pada sesuatu hal yang gratis itu," tuturnya ketika ditemui di Conclave, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Jangan sampai pemberlakuan pajak cuma-cuma ini membuat urung startup lokal yang baru akan merintis bisnisnya di Indonesia yang malah pada akhirnya mereka akan memilih negara lain sebagai tempat merintis bisnis.
"Filosofi cuma-cuma itu kami setuju, cuma pemberlakuannya akan bertolak belakang dengan rencana sekarang yang ingin memebesarkan e-commerce," tegas Daniel.
Tak kurang akal, Daniel dan pihaknya saat ini sudah mencoba untuk mengirimkan surat kepada pemerintah untuk memberi saran agar kalau bisa wacana ini tidak terjadi. "Baru kirim hari Senin kemarin. Belum ada tanggapan hingga saat ini," pungkasnya. (mag/ash)