Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Kolom Telematika (2)
Google Spotlight Stories: Sensasi Film 360 Derajat
Kolom Telematika (2)

Google Spotlight Stories: Sensasi Film 360 Derajat


Penulis: Lucky Sebastian - detikInet

Jakarta - Google Spotlight Stories akan menjadi cikal bakal konten hiburan masa depan, dimana kita tidak menyaksikan hiburan dalam satu arah linear saja, tetapi bisa menikmatinya dari banyak sisi, termasuk mengeksplorasi lingkungan lokasi pada cerita film tersebut.

Produk ini menjadi project lain dari team Google ATAP (Advanced Technology and Projects), yang sekarang ini baru memiliki 4 buah cerita. Tetapi dari tema dan topiknya, kira-kira keempat cerita ini bisa memberi gambaran lebih jauh bahwa industri hiburan bisa dibuat berbeda, dan mengubah cara dan kebiasaan kita menonton.

Sebenarnya Google Spotlight Stories ini sudah dirintis sejak akhir tahun 2013 oleh Google untuk Motorola Moto X, setelah Google membeli perusahaan tersebut di tahun 2012.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita singkat di bawah ini kiranya bisa memberi gambaran lebih jelas, sejauh mana keseriusan Google tentang teknologi hiburan baru ini telah dicapai.

Help

Help menjadi judul dari film terbaru dan contoh cerita pertama dengan pemeran aktor sungguhan di Google Spotlight Stories, sementara ketiga cerita lainnya adalah film animasi.

Di film ini Google menunjukkan keseriusannya, dimana walau Help hanya cerita pendek dengan durasi beberapa menit, film bertema live action ini digarap oleh Justin Lin, sutradara dari beberapa seri film box office Fast and Furious. Bahkan aktor pemerannya, juga salah satu pemain di film Fast and Furious, Sung Kang.

Semua film-film di Google Spotlight Stories adalah film 360 derajat. Kita bebas mengarahkan layar smartphone ke arah mana saja, dari lantai hingga langit, dan berputar penuh dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Berbeda dengan menonton film biasa, dimana kita duduk diam di atas kursi, menonton Spotlight Stories sepertinya lebih cocok dilakukan sambil berdiri, dan mempunyai sedikit ruang untuk berputar mengarahkan smartphone.

Help dibuat dengan kisah layaknya film action di bioskop, dimulai dengan meteor jatuh di pecinan Los Angeles, melubangi jalan dan mengeluarkan makhluk alien berbentuk kadal, yang kemudian sepanjang cerita berubah semakin besar dan menjadi monster dan terus mengejar seorang wanita yang ditemani polisi.
Β 
Pada tema film ini Google memperlihatkan teknologi tata suara binaural, atau 3D sound. Tata suara ini memungkinkan suara dibuat sedemikian rupa, sehingga kita mengetahui asal sumber suara, misal dari belakang, dari atas, dari samping dan lain-lain, seolah-olah kita sedang berada di lokasi.

Salah satu alasan mengapa kita senang menonton di gedung bioskop adalah tata suara, dimana gambar tersinkronisasi dengan 'gerakan' suara, sehingga film terasa lebih hidup.

Pada gedung bioskop banyak pengeras suara ditempatkan pada posisi tertentu dan memainkan pola suara sehingga terasa hidup. Google ingin membawa pengalaman ini pada sebuah smartphone dengan teknologi binaural 3D sound, dimana kita bisa merasakan efek yang mirip tata suara bioskop, hanya dengan menggunakan earphone atau headphone.

Kalau pada film biasa kita mengikuti film berdasarkan arahan gerak kamera dari kameramen, pada spotlight kita bisa memiliki pengalaman yang berbeda. Saat kita melihat sang tokoh sedang menatap ternganga ke layar kemudian berbalik lari dan dilanjutkan mulai terdengar suara gaduh di belakang, berarti ada sesuatu dibelakang kita. Saat kita berbalik mengarahkan smartphone ke belakang, terlihat monster alien sedang mengejar. Kita sendiri yang seolah-olah menjadi kameramennya.

Kemudian ada suara wanita di sebelah kiri, saat kita arahkan smartphone ke kiri, terlihat tokoh wanita sedang berusaha berbicara kepada monster alien. Ketika ada suara dari atas dan kita mengarahkan smartphone ke atas, terlihat helikopter polisi sedang terbang diatas, bahkan saat adegan kejar-kejaran berlangsung, suara ini membimbing kita untuk tahu kemana kira-kira mengarahkan smartphone untuk mengikuti cerita yang sedang berlangsung.

Tetapi bisa saja kita abai, dan malah melihat-lihat gambar mural di stasiun kereta api, atau memperhatikan puing-puing bekas dilewati monster. Intinya kita bisa berinteraksi di dalam cerita ini lebih luas, dan ditempatkan bukan sebagai penonton biasa, tetapi sebagai penonton yang berada di lokasi cerita. Kita bisa melihat sebagai tokoh perempuan melihat kejadian yang berlangsung, bisa melihat sebagai apa yang dilihat mata sang polisi, bahkan melihat dari sisi monster melihat.

Bisa jadi film cerita ini hanya pendek beberapa menit, tetapi kita bisa mengulanginya lagi tanpa mudah bosan, karena kita bisa melihat dari berbagai sisi, untuk lebih memahami keseluruhan dan detail cerita.



Bagaimana kalau interaksi ini nanti ada bukan hanya untuk film live action, tetapi film horor? Sepertinya akan sangat mencekam dengan teknologi binaural audio dan film 360 derajat, saat kita mengarahkan smartphone ke belakang kita dihadapkan dengan muka hantu :).

The Duet

The Duet, menjadi film animasi di Google Spotlight Stories, yang menggandeng atas Glen Keane. Film-film animasi Walt Disney yang terkenal seperti Tangled, Beauty and The Beast, Aladdin, Little Mermaid adalah sebagian dari hasil karyanya.

Bercerita tentang animasi love story dari Mia dan Tosh, sejak mereka bayi dan beranjak besar, dimana pejalanan hidup mereka ketika bertambah besar sering bersinggungan.

Ketika kita mengikuti perjalanan tumbuh besar tokoh wanita, Mia, maka setelah opening bayi kita mengikutinya dengan mengarahkan smartphone ke arah kanan.

Sementara jika kita ingin mengikuti sang pria, Tosh, kita begerak ke arah kiri. Di beberapa kesempatan seiring mereka menjadi besar, beberapa kali kisah kehidupan mereka bertemu. Kisah ini menjadi komplit ketika kita sudah mengulang menontonnya dengan mengikuti masing-masing karakter, sambil diiringi musik yang sangat bagus.

Selama film berlangsung, ketika kita mengarahkan smartphone bukan kepada kedua tokoh sentral cerita, kisah perjalanan cerita seolah-olah berhenti, menunggu kita mengarahkan lagi smartphone ke arah mereka. Bukan cerita seperti di film biasa yang menjadi gambar statis saat di-pause, kita bisa mengeksplorasi animasi lain, misalnya kupu-kupu yang sedang beterbangan. Begitu layar smartphone kita arahkan ke tokoh sentral, maka cerita pun bersambung kembali.

Keunggulan lain dari Spotlight Stories, kita bebas menggunakan smartphone dengan posisi landscape seperti biasa menonton film, atau dalam posisi potrait. Tidak ada jeda gambar ketika kita memutar posisi smartphone, berbeda seperti waktu kita menonton YouTube yang mengharuskan gambar memutar, layar smartphone hanya seolah-olah menjadi lubang jendela melihat ke dunia film yang sedang diputar. Ketika Tosh sedang memanjat pohon, memutar smartphone ke arah potrait membuat bagian pohon yang menjulang vertikal lebih terlihat dibanding landscape.



Untuk mereka yang tidak berhasil mencoba langsung Google Spotlight, film The Duet yang diputar dengan cara biasa, linear, bisa diintip di sini: http://bit.ly/1IVaCpR, bandingkan nanti jika berkesempatan mencobanya lebih interaktif di Google Spotlight.

Buggy Night dan Windy Day

Dua film yang dibuat lebih awal Buggy Night dan Windy Day, sangat lucu dan menarik. Ketika kita terlalu eksploratif dan banyak melihat ke arah lain, film akan menjadi lebih panjang dengan iringan musik yang berjalan terus, dan kadang kita kesulitan, sibuk berputar mencari tokoh di film tersebut agar kisah terus berlanjut.

Ketika device Anda didapati belum support untuk menjalankan aplikasi ini, walau sudah mencoba menginstall APK yang diberikan di atas, klip video di YouTube ini bisa memberi sedikit gambaran bagaimana Google spotlight stories berjalan.

Memang, sementara ini sepertinya Google spotlight masih baru bisa berjalan mulus untuk device-device dengan kinerja baik dan sensor yang lengkap.



Betapa menariknya hiburan seperti ini di masa depan. Bisa jadi kita akan bisa menikmati film dengan ending yang berbeda, atau memilih tokoh yang akan menjadi sentral cerita. Bayangkan juga ketika stories ini berkembang menjadi simulasi, iklan, kisah sejarah, streetview dll. Banyak kemungkinan tidak terbatas lain yang bisa dikembangkan.

Ketika kita berpikir, keterbatasan layar kecil smartphone menjadi kendala, Google kemungkinan memasukkan Spotlight Stories ini ke dalam virtual reality (VR). Saat kita berada di dalam Google cardboard, menonton film di dalam VR pengalamannya mirip seperti di dalam gedung bioskop dengan layar besar, bahkan sanggup menampilkan film 3D.

Sangat menarik melihat Google Spotlight Stories ini berkembang dengan kisah-kisah lain, teknologi yang baru, maupun buatan pihak ketiga.

Selesai.

*) Penulis, Lucky Sebastian merupakan sesepuh komunitas Gadtorade. Pria yang tinggal di Bandung ini sejatinya adalah seorang arsitek, tetapi antusiasme yang tinggi akan gadget justru semakin membawa Lucky untuk menjadi gadget enthusiast.

(ash/ash)





Hide Ads