Ajang Dell World 2014 menampilkan cerita dua perngusaha wanita yang mampu mengubah dunia, terutama nasib sesamanya, dengan bantuan internet. Dua wanita itu adalah Jessica Jackley dan Shivani Grag Patel. Bagaimana keduanya bisa menjadi pengusaha sukses sekaligus membantu sesama lewat kecanggihan teknologi?
Mengenakan atasan tanpa lengan berwarna hitam dan celana hitam, Jessica Jackley menceritakan kisahnya saat ia mulai mendirikan KIVA, sebuah situs peminjaman skala mikro kepada para pengusaha kecil di negara-negara miskin. Meskipun mengenakan busana serba hitam, Jessica tidak mampu menutupi perutnya yang sudah membesar karena hamil.
"Aku sudah punya dua anak. Dan yang di perut ini akan jadi ketiga," katanya mencairkan suasana saat menjadi pembicara di depan ribuan orang, termasuk detikINET yang menghadiri Dell World 2014, di Austin Convention Center, Austin, Texas, AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui KIVA dan teknologi internet, para pemilik usaha kecil itu mendapatkan bantuan dari berbagai belahan dunia. Bantuan bisa datang dari siapapun termasuk Anda. Hanya dengan 'meminjamkan' minimal USD 25 sebagai modal usaha, uang tersebut menurut wanita dengan gelar MBA dari Stanford Graduate School of Business, itu sudah bisa membantu pengusaha kecil di negara-negara miskin seperti Sudan, Peru dan Pakistan.
Situs KIVA yang didirikan Jessica kini setidaknya sudah meminjamkan lebih dari USD 500 juta kepada para pengusaha di 206 negara. Atas inovasinya membangun KIVA dan membantu sesama ini, wanita 37 tahun itu mendapat pujian dan penghargaan dari banyak orang ternama seperti Oprah dan Bill Clinton. Majalah Forbes memasukannya dalam daftar lima pendatang baru di dunia kesehatan, pendidikan dan lingkungan.
Usaha dengan arah serupa dilakukan oleh Shivani Garg Patel, salah satu pendiri dari situs Samahope, yang membantu pendanaan para dokter untuk mengobati penduduk di negara miskin yang memiliki masalah kesehatan kritis. Para dokter ini disebut Samahope sebagai pahlawan karena sebagian besar mendapatkan bayaran yang tidak setara dengan kemampuannya. Bersama situs tersebut, para dokter di negara miskin ini bekerja untuk kemanusiaan.
Shivani dan rekannya, Leilah Janah terinspirasi mendirikan Samahope setelah berkunjung ke Sierra Leone. Dalam kunjungan itu mereka menemukan fakta bahwa satu dari 14 wanita di negara tersebut meninggal karena melahirkan. Mengalami masalah entah itu luka atau cedera pasca melahirkan juga menjadi makanan sehari-hari wanita di negara tersebut. Dengan hanya tiga dokter spesialis kandungan di negara dengan penduduk berjumlah enam juta itu, sebagian besar wanita menderita siang dan malam karena cedera pasca melahirkan itu.
Dalam perjalanan itu Leilah kemudian bertemu dengan Dr. Darius Maggi, seorang dokter kandungan asal Texas yang berpergian ke Sierra Leone setidaknya 2-3 kali setahun untuk mengobati wanita yang mengalami fistula, salah satu cedera melahirkan paling umum. Pada setiap kedatangannya, dia bisa melakukan 100 operasi untuk mengatasi fistula.
Dr. Maggi pun mengatakan pada Leilah bahwa dana untuk perjalanannya ke Sierra Leone ini didapatkan dari para anggota gereja. "Dari situlah kami berpikir, bahwa ini adalah kesempatan untuk membantu sesama," kata Shivani yang baru saja melahirkan anak pertamanya.
Leah dan Shivani pun mendirikan Samahope. Dengan bantuan internet, para dokter seperti Dr. Maggi, bisa lebih fokus mengobati pasien tanpa perlu memikirkan biaya. Dana dikumpulkan dari para penyumbang melalui Samahope. Siapapun bisa berpartisipasi hanya dengan memberikan setidaknya USD 1. Setiap bulannya situs tersebut akan memberikan email perkembangan mengenai apa yang telah dilakukan dokter.
Cerita dari Shivani dan Jessica inilah yang menjadi penutup Dell World 2014. Peter H. Diamandis penulis buku laris New York Times, Abundance: The Future is Better Than You Think, juga naik ke atas panggung untuk memberikan benang merah dari kisah sukses dua wanita tersebut. Seperti diungkapkannya dalam buku, dengan membantu sesama hal ini bisa mengubah dunia. Dan kecanggihan teknologi, terutama kehadiran internet, seharusnya bisa dijadikan kesempatan untuk membuat diri menjadi berguna.
Menurut Diamandis, pada 2010 ada kurang dari 2 miliar orang yang sudah melek internet. Dan jumlah tersebut terus bertambah setiap tahunnya sehingga pada 2020, angka orang yang melek internet bisa meningkat setidaknya menjadi 5 miliar.
"Artinya dalam waktu enam tahun lalu, 3 miliar individu baru akan ada di internet, memasuki dunia global, dan berkontribusi pada ekonomi global. Pemikiran mereka, pemikiran yang bisa jadi belum pernah kita akses, bisa menjadi penemuan, produk dan inovasi yang bisa menguntungkan kita," katanya.
(eny/rou)