Amerika Serikat dikenal sebagai 'gudangnya' pakar public speaking/motivator, karena semangat freedom of speech yang mereka yakini. Sebut saja Tony Robbins dan Eric Thomas.
Namun, satu hal yang sangat menarik. Ada seorang tokoh IT yang digadang-gadang memiliki skill public speaking terbaik juga seperti mereka. Dia adalah Steve Jobs, yang beberapa tahun lalu sudah berpulang.
Mengapa Steve Jobs bisa disejajarkan dengan motivator-motivator terbaik di dunia? Apa pengaruhnya bagi kehidupan sehari-hari di Tanah Air?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Β
Siapapun yang pernah menonton presentasi Steve Jobs sewaktu product launching, maupun membaca teknik presentasi beliau, pasti sudah tidak meragukan lagi kalau Steve bisa disejajarkan dengan motivator terbaik di dunia.
Reality Distortion Field (RDF) adalah kemampuan pribadi Jobs yang menggabungkan Karisma dan marketing, untuk meyakinkan publik bahwa apapun ide yang dilontarkan adalah sesuatu yang menarik.
Dengan kata lain, RDF adalah teknik presentasi Steve Jobs yang dapat Anda saksikan di YouTube sekarang ini. Sudah banyak literatur yang membahas teknik tersebut.
Tapi intinya, Steve menggabungkan kemampuan orasi yang luar biasa, aransemen panggung dan sound system, presentasi gaya Japanese minimalist, dan tim marketing yang sangat aktif. RDF juga dibahas pada biografi Steve Jobs yang ditulis oleh Walter Isaacson
Namun, suara kritis terhadap performa Jobs juga bukannya tidak ada. Kompetitor Apple menganggap bahwa RDF telah 'membius' para Apple fanboys, sehingga tidak dapat melihat bahwa dalam hal tertentu justru kompetitor Apple memiliki produk yang lebih unggul.
Dalam perspektif para kritikus, RDF menjadi suatu meme, yang seakan dapat 'dicangkokkan' ke dalam sanubari setiap pengikutnya, sehingga seakan-akan diyakini secara tidak kritis.
Β
Di satu sisi, meninggalnya Steve Jobs telah merubah banyak hal dalam kultur Apple. RDF tidak lagi diterapkan Tim Cook secara kaku, karena CEO Apple yang sekarang ini jauh lebih low profile. Di sisi lain, performa dan penampilan Tim Cook yang lebih membumi memang membuat kritik terhadap penerapan RDF di Apple menjadi mereda.
Persimpangan antara Politik dan Demagogi
Dunia politik adalah persimpangan paling kompleks dari meme-meme RDF yang saling bertabrakan. Walaupun pilpres sudah lewat, namun isu-isu politik mutakhir seperti harga BBM, justru semakin menghangat.
Media sosial dan online getol memberitakan wacana, sesuai dengan kepentingan mereka. Para politisi dari berbagai pihak yang berkepentingan, baik pemerintah dan oposisi sekarang, maupun yang akan menjadi pemerintah dan oposisi setelah presiden terpilih dilantik nanti, saling melempar meme RDF, yang tentu saja diikuti oleh pendukungnya sepenuh hati.
Netralitas seakan menjadi konsep kosong, karena memberi kesan bahwa hal itu berarti tidak terlibat pada pertukaran wacana yang ada. Kita sebagai orang awam atau bagian dari publik, berada dalam persimpangan jalan yang 'jenuh' oleh berbagai meme RDF.
Di sini, salah langkah berarti justru meyakini demagogi, yang sangat mungkin menunggangi meme RDF tersebut. Sangat berbahaya, jika awam hanya menjadi instrumen bagi kehendak berkuasa para demagog yang memanipulasi mereka.
Justru politik harus menjadi wahana untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan sebaliknya. Menjadi naif, dengan unfollow akun Twitter dan unfriend akun facebook yang menyajikan meme RDF penggalangan opini adalah tidak berguna, karena cepat atau lambat meme tersebut akan sampai ke kita, walau di dunia nyata.
Sebagai awam, kita harus cerdas mencerna informasi. Media sosial dan online harus benar-benar diverifikasi, apakah menyajikan fakta, pepesan kosong, atau justru pesanan kepentingan politik tertentu?
Konsumen harus cerdas, dan seperti semangat filosofi Kantian, mendengarkan suara hati dalam kontemplasi intensif sering memberikan pencerahan.
Kita sangat memerlukan begawan seperti Gus Dur, Romo Mangunwijaya, dan Gus Mus, yang selalu mendorong tranformasi publik dengan suara profetis dalam melawan demagogi mereka.
Kita tentu saja sangat welcome, dengan keberadaan Gus Mus yang sampai sekarang masih aktif di medsos untuk memberi pencerahan spiritual untuk publik.
![]() | Tentang Penulis: Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit adalah alumni program Phd dalam bidang Bioinformatika dari Universitas Leipzig, Jerman; Peneliti dan Dosen Luar Biasa pada Grup Riset Bioinformatika, Departemen Kimia FMIPA-UI; Managing Editor Netsains.com; dan mantan Koordinator Media/Publikasi PCI NU Jerman. Ia bisa dihubungi melalui akun @arli_par di twitter, https://www.facebook.com/arli.parikesit di facebook, dan www.gplus.to/arli di google+. |
