Harga RAM Menggila, Penjualan Motherboard PC Anjlok hingga 50%
Hide Ads

Harga RAM Menggila, Penjualan Motherboard PC Anjlok hingga 50%

Anggoro Suryo - detikInet
Selasa, 02 Des 2025 12:10 WIB
RAM PC
Ilustrasi RAM. Foto: Sweetwater
Jakarta -

Kisruh harga RAM yang terus meroket mulai memukul industri PC rakitan. Laporan terbaru menyebut penjualan motherboard merosot sampai 50% gara-gara dampak krisis memori yang tak kunjung reda. Di sisi lain, sebagian gamer menyerukan boikot RAM demi menekan harga--meski peluangnya untuk berhasil nyaris nol.

Kenaikan harga DDR5 sudah berlangsung sejak awal ledakan permintaan dari data center AI, yang membutuhkan DRAM dalam jumlah besar dan stabil. Tekanan ini membuat pasokan ke pasar konsumen makin tipis, sementara harga naik tak terkendali.

Media Jepang Gazlog menulis bahwa lonjakan harga DDR5 membuat pabrikan seperti Asus, MSI, dan Gigabyte harus memangkas target penjualan motherboard secara signifikan. Alasannya sederhana: pengguna yang ingin upgrade dari DDR4 maupun perakit PC pertama kali wajib menggunakan DDR5 untuk platform terbaru, tetapi harga RAM saat ini jauh dari ramah kantong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Situasinya bahkan sudah sampai ke titik absurd. Di beberapa negara, harga RAM 64 GB DDR5 kini lebih mahal daripada konsol PlayStation 5 atau kartu grafis RTX 5070. Beberapa toko di Jepang dan AS bahkan mencopot label harga tetap pada rak DDR5 karena tarifnya berubah dari hari ke hari mengikuti fluktuasi pasar.

ADVERTISEMENT

Dengan kondisi seperti ini, pasar motherboard ikut terjun bebas. Gazlog mencatat penjualan anjlok 40-50% dibanding periode yang sama tahun lalu. Diperkirakan, pasar CPU juga akan ikut tergerus dalam beberapa bulan ke depan karena mayoritas pembeli PC menunda upgrade.

Di tengah kekacauan ini, muncul seruan di Reddit agar gamer memboikot pembelian RAM sampai harga kembali normal. Namun pakar industri menilai langkah tersebut hampir mustahil memberi dampak berarti, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Selasa (2/12/2025).

Penjualan terbesar produsen memori bukan berasal dari pasar konsumen, melainkan dari sektor industri, enterprise, dan pusat data. Mayoritas kapasitas produksi DRAM sudah dikontrak oleh perusahaan-perusahaan besar untuk menopang ekspansi infrastruktur AI mereka.

Artinya, meski sebagian pengguna PC ikut aksi boikot, skala permintaan konsumen terlalu kecil untuk menekan pasar. Belum lagi selalu ada orang yang tetap mau membeli dengan harga berapa pun--fenomena yang sudah terlihat jelas di masa kelangkaan GPU saat pandemi Covid--ditambah para penimbun yang siap memanfaatkan situasi.

Krisis memori ini juga menjalar ke sektor kartu grafis. AMD dilaporkan berencana menaikkan harga GPU sebesar 10%, sementara AMD dan Nvidia sama-sama disebut mempertimbangkan memangkas lini produk kelas menengah dan entry-level karena biaya produksi yang ikut naik.

Industri PC kini kembali berada dalam babak sulit, dan selama permintaan DRAM untuk AI belum mereda, harga komponen--khususnya RAM--tampaknya masih akan jauh dari kata normal.




(asj/asj)
Berita Terkait