China Sukses Ciptakan Mesin Litografi E-Beam Xizhi, Ancaman Baru bagi AS
Hide Ads

China Sukses Ciptakan Mesin Litografi E-Beam Xizhi, Ancaman Baru bagi AS

Adi Fida Rahman - detikInet
Senin, 18 Agu 2025 08:15 WIB
Xizhi, mesin litografi berkas elektron (e-beam) yang dikembangkan oleh Universitas Zhejiang, China
China Sukses Ciptakan Mesin Litografi E-Beam Xizhi, Ancaman Baru bagi AS. Foto: Phonearena
Jakarta -

Perang teknologi antara China dan Amerika Serikat memasuki babak baru. China resmi memamerkan mesin litografi e-beam Xizhi, sebuah inovasi yang diyakini mampu mengurangi ketergantungan pada Barat dan menjadi senjata strategis di persaingan chip global.

Mesin litografi Xizhi dikembangkan oleh Universitas Zhejiang. Teknologi ini menggunakan berkas elektron (e-beam) untuk mengetsa sirkuit mikro pada wafer silikon. Hasilnya, Xizhi mampu menciptakan garis sirkuit selebar 8 nm dengan akurasi 0,6 nm, sesuai standar internasional.

Meski belum secepat mesin litografi EUV (Extreme Ultraviolet) dari ASML, Xizhi tetap jadi terobosan penting. Mesin ini sangat bermanfaat untuk riset dan pengembangan chip, serta jauh lebih murah dibandingkan mesin impor. Tak heran, banyak perusahaan dan lembaga riset di China sudah tertarik mengadopsinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini, kemajuan industri chip China terhambat karena embargo teknologi dari AS dan Belanda. Perusahaan Belanda ASML, satu-satunya produsen mesin litografi EUV di dunia, dilarang menjual peralatannya ke China. Padahal, teknologi EUV dengan panjang gelombang 13,5 nm menjadi kunci produksi chip modern di bawah 7 nm, yang kini sudah diproduksi massal oleh TSMC dan Samsung hingga level 2 nm.

ADVERTISEMENT

Sebaliknya, China hanya bisa mengandalkan mesin litografi DUV (Deep Ultraviolet) dengan teknologi lama 193 nm. Kehadiran Xizhi diharapkan bisa menutup sebagian kesenjangan tersebut.

Tak hanya Xizhi, raksasa teknologi Huawei juga dikabarkan sedang mengembangkan mesin litografi EUV buatan sendiri di fasilitas Dongguan. Proyek ambisius ini diperkirakan masuk tahap uji coba pada 2025, dengan target produksi massal di 2026.

Jika berhasil, kolaborasi Huawei dengan SMIC (Semiconductor Manufacturing International Corporation) bisa menghasilkan chip canggih yang mampu bersaing dengan Apple, Qualcomm, hingga Nvidia.

Xizhi, mesin litografi berkas elektron (e-beam) yang dikembangkan oleh Universitas Zhejiang, ChinaXizhi, mesin litografi berkas elektron (e-beam) yang dikembangkan oleh Universitas Zhejiang, China Foto: Phonearena

Perlawanan China di Tengah Sanksi AS

Sanksi AS sejak 2020 membuat Huawei kehilangan akses ke teknologi chip 5 nm dari TSMC. Namun, pada 2023 Huawei mengejutkan dunia lewat peluncuran Mate 60 dengan chip Kirin 9000S (7 nm) buatan SMIC, yang kembali menghadirkan konektivitas 5G.

Langkah itu menjadi sinyal kuat bahwa China tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berinovasi di bawah tekanan sanksi.

Dengan kehadiran Xizhi dan ambisi mesin EUV Huawei, China semakin dekat dengan visi kemandirian teknologi semikonduktor. Jika terwujud, dominasi AS dan sekutunya di industri chip bisa terancam serius.




(afr/afr)
Berita Terkait