Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Mengenal a-Commerce dan Masa Depannya di Indonesia

Mengenal a-Commerce dan Masa Depannya di Indonesia


Muhamad Imron Rosyadi - detikInet

Amazon Go, swalayan otomatis milik Amazon yang merupakan salah satu bentuk a-commerce. Foto: GettyImages
Jakarta - Pernah dengar soal Amazon Go? itu adalah sebuah supermarket canggih buatan Amazon, raksasa e-commerce besutan Jeff Bezos, yang menghilangkan peran kasir di dalamnya. Bayarnya pun cukup pakai smartphone.

Itu adalah satu contoh dari a-commerce, atau automated commerce. Ini merupakan evolusi lanjutan dari e-commerce (electronic commerce) dan m-commerce (mobile commerce).


Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan pengalaman berbelanja yang serba otomatis. Kemunculannya bisa jadi merupakan buah dari kemudahan, kepraktisan, dan kenyamanan yang diinginkan banyak orang dalam berbelanja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlebih, teknologi semacam kecerdasan buatan dan pemindai wajah turut mendukung perkembangan a-commerce. Selain Amazon Go, model ini sudah cukup banyak ditemukan secara global.

Di China ada yang namanya Bingobox. Malahan, a-commerce satu ini sudah membuka outlet pertamanya Juni 2017 lalu, lebih dahulu dibanding Amazon Go yang mulai beroperasi pada Januari 2018.

Kemudian, di Jepang ada yang namanya Zozosuit yang memungkinkan user untuk membeli baju sesuai dengan ukurannya. Hal tersebut dimungkinkan dengan menggunakan pakaian khusus yang ditanami sensor untuk mengukur ukuran tubuh penggunannya dan mengirim hasilnya kepada vendor.

Menariknya, Zozosuit masih di bawah naungan Start Today, sebuah perusahaan bentukan Yusaku Maezawa. Belum lama ini, ia ditunjuk oleh Elon Musk untuk menjadi orang pertama yang mencicipi perjalan ke Bulan menggunakan roket BFR buatan SpaceX.


Lantas, bagaimana di Indonesia? JD.id menjadi pihak pertama dalam membuka toko nirkasir pertama di Tanah Air awal bulan ini. Letaknya berada di Pantai Indah Kapuk.

Lalu, dengan langkah e-commerce tersebut dalam membangun a-commerce, bagaimana masa depan dari tren tersebut di Indonesia? Menurut Nathania Christy, Head of Global Insight Network TrendWatching, firma riset konsumen yang berkantor pusat di London, Inggris, ada banyak faktor yang bisa menghambat perkembangan a-commerce di Tanah Air.

"Faktornya banyak. Di satu sisi, dari e-commerce, masih ada pertarungan dan ini butuh konsolidasi siapa pemenangnya," ujarnya kepada detikINET saat dijumpai pada Rabu (26/9/2018) di Jakarta.

"Dari sisi konsumennya, mobile payment masih belum sebanyak di China. Di sana itu WeChat dan Alipay itu sudah seperti super app-nya," katanya menambahkan.

Menurutnya, kata perempuan yang akrab disapa Nia itu melanjutkan, Indonesia juga sudah mulai mengarah ke super app. Ia melihat aplikasi milik Grab yang sudah mengarah ke sana.

Sekadar informasi, super app adalah aplikasi yang menggabungkan banyak layanan mulai dari berbagi pesan instan hingga pembayaran menjadi satu. Grab sendiri memang memiliki banyak layanan di dalam aplikasinya, mulai dari pesan kendaraan hingga beli pulsa.


"Indonesia itu, masalahnya itu masih karena mayoritas penduduknya itu masih belum punya rekening bank sehingga menyulitkan perkembangan mobile payment," tutur Nia.

Terkait dengan hal tersebut, ia memperkirakan butuh 3-5 tahun lagi bagi Indonesia untuk bisa siap menerapkan a-commerce. Itu masih tergantung dari kecepatan perkembangan fintech dan e-commerce di Tanah Air. (mon/rns)
TAGS







Hide Ads