Hukuman yang dijatuhkan kepadanya oleh Departemen Perdagangan AS, dinilai ZTE sangat tidak adil dan tak dapat diterima. Perusahaan mengungkapkan sanksi ini tak hanya memberi efek buruk bagi mereka, namun juga para pihak yang bekerja sama dengannya, termasuk sejumlah korporasi asal Negeri Paman Sam sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Departemen Perdagangan AS, diberikan karena ZTE telah berbohong mengenai langkahnya menghukum para pegawai yang terlibat dalam kerja sama perusahaan tersebut dengan Iran dan Korea Utara. Bukannya memberi sanksi, lembaga tersebut mengatakan bahwa perusahaan infrastruktur telekomunikasi ini tetap memberi bonus penuh.
Sebelumnya, tahun lalu ZTE ketahuan mengirim perlengkapan telekomunikasi kepada negara di dalam daftar hitam AS itu. Atas perbuatannya, korporasi asal Negeri Tirai Bambu itu menyetujui membayar denda USD 1,2 miliar atau sekitar Rp 16,5 triliun, sebagaimana detikINET kutip dari CNN, Jumat (20/4/2018).
Meski begitu, ZTE bukannya tak melakukan perlawanan terhadap pemblokiran kegiatan impor mereka. Perusahaan yang berkantor pusat di Shenzen ini menilai Departemen Perdagangan AS telah mengabaikan betapa sulit ZTE sudah mengikuti aturan ekspor di sana serta harus berurusan dengan orang-orang yang lalai menjalankan tugas sehingga malah berujung pada sanksi berat.
"Kami sudah mempekerjakan firma hukum asal Amerika Serikat untuk melakukan investigasi secara independen. ZTE tidak akan menyerah untuk menyelesaikan isu ini lewat dialog dan komunikasi, sekaligus juga melindungi hak legitimasi kami melalui jalur hukum," ujar pihak ZTE. (agt/rou)