Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Kolom Telematika (1)
iPhone 6 vs Galaxy S6, Siapa Jiplak Siapa?
Kolom Telematika (1)

iPhone 6 vs Galaxy S6, Siapa Jiplak Siapa?


Penulis: Lucky Sebastian - detikInet

Jakarta -

Ketika Samsung Galaxy S6 diperkenalkan, banyak orang mengatakan bahwa desain Galaxy S6 sangat mirip bahkan dianggap menjiplak desain iPhone 6. Benarkah demikian?

Prolog, Persepsi dan Daya Ingat

Hasil riset mengenai daya ingat ternyata membuktikan bahwa sebenarnya untuk sesuatu hal yang umum dan kita sudah merasa kenal, sebenarnya sebagian besar tidak kita hafal secara menyeluruh, karena otak kita memiliki ingatan yang adaptif dan menyaring mana yang harus kita ingat dengan lebih sempurna dan mana yang tidak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalkan setiap hari walau kita senantiasa memegang smartphone kesayangan kita, coba tanpa melihat dan memegangnya, kita coba mengingat, di manakah tombol volume berada, apakah di sisi kiri atau di sisi kanan? Kamera depan apakah berada lebih ke pojok kiri atas atau ke pojok kanan atas? Lubang jack headphone, ada di atas atau di bawah? Posisinya ada di sisi kiri atau kanan ya?

Kemungkinan kita sekarang menyadari, kita belum tentu mengenal betul secara detail smartphone kita, walau setiap saat kita gunakan.

Sebuah percobaan yang baru-baru ini dilaksanakan kepada para pelajar oleh Universitas California menunjukkan lebih jauh masalah persepsi dan daya ingat ini.

Dari 85 pelajar yang hampir 90% memiliki produk Apple, diminta menggambarkan logo Apple yang bentuknya sebenarnya sangat sederhana (dan sepertinya kita juga merasa sudah hafal bentuknya).


Ternyata, dari ke 85 orang itu, hanya 7 orang, (yang berarti kurang dari 10%), sanggup menggambar logo itu tanpa kesalahan fatal. Dan hanya 1 orang yang bisa menggambarkannya dengan tepat. Sedangkan 78 orang sisanya, melakukan kesalahan penggambaran yang dianggap cukup fatal.



Belum cukup sampai di sana, kemudian dijejerkan gambar beberapa buah logo yang satu sama lain memiliki kemiripan dengan logo Apple, dan mereka diminta memilih, mana logo apple yang sesungguhnya. Hanya 50% yang menunjuk dengan benar. Hal ini memberi gambaran, untuk sesuatu yang mudah kita temui, dan kita anggap sudah tahu, sebenarnya otak kita tidak akan menyimpan banyak informasi di sana, hanya sebuah gambaran garis besar.

Berangkat dari kejadian di atas, apakah sungguh desain Samsung galaxy S6 menjiplak iPhone 6, atau itu hanya sekadar persepsi kita?

Proses Desain

Proses sebuah smartphone dari sebuah rencana, berlanjut ke rancangan sehingga menjadi device yang bisa dijual dan digunakan cukup panjang. Bisa berbulan-bulan bahkan mendekati tahun. Apalagi sebuah device flagship yang biasanya mengedepankan desain baru dan teknologi baru.

Saat ini, ketika kita baru saja membeli iPhone 6 dan bersiap membeli Galaxy S6, kemungkinan besar, Apple sedang dalam proses membuat iPhone 6S dan Samsung sedang membuat Galaxy S7.

Proses desain dimulai dari sketsa awal, kemudian dibentuk menjadi mockup 3 dimensi. Mockup ini bisa saja dibentuk dari kayu, atau plastik, atau bahan lain sebagai dummy phone. Ketika dirasa sudah cukup baru di-breakdown menjadi bagian-bagian part. Proses ini akan bolak balik rembukan antara desainer dengan para tenaga ahli hardware, karena seringkali harus ada kompromi-kompromi untuk menyesuaikan antara desain dan bagian part hardware.

Belum lagi nanti penyesuaian warna, bahan yang digunakan dan seringkali dibutuhkan teknologi yang baru untuk mewujudkan keinginan desain. Misalkan baterai yang lebih tipis, metal yang lebih ringan tetapi kuat, layar melengkung yang lebih tahan bentur, dan lain-lain.

Setelah semuanya rampung, proses ini belum selesai. Selain tes masing-masing fungsi, dilanjutkan test kesesuaian hardware dan software, masih ada lagi tes ketahanan atau stress test dimana device diuji coba lebih ekstrim. Misalnya ketahanan terhadap suhu, terhadap jatuh, terkena air, dll.

Jadi jika ada sebuah produk flagship dari sebuah brand A keluar, dan tiba-tiba produk flagship dari brand B keluar beberapa saat kemudian dengan ada kemiripan, sulit untuk mengatakan bahwa produk B meniru produk A, karena waktu yang dibutuhkan tidak akan mencukupi, kalau melihat proses desain tadi.

Mengapa Ada Bagian yang Mirip?

Sama seperti pada mobil, pakaian, mungkin juga pada potongan rambut, kita mengenal apa yang disebut tren model. Begitu juga terjadi di industri smartphone.
Coba perhatikan mobil-mobil keluaran tahun yang sama, terlihat ada tren model grill atau lampu depan yang mirip, juga demikian dengan bentuk pelek.

Jadi ada bagian dari desain industri yang diterima masyarakat sebagai desain yang mewakili era tahun tersebut, akan dipakai oleh banyak brand sebagai dasar desain untuk memikat konsumen.

Smartphone sendiri secara bentuk lebih memiliki banyak batasan. Misal bentuk yang umum pasti kotak memanjang, disesuaikan dengan standar perbandingan ukuran teknologi layar. Posisi kamera sudah jelas di belakang atau di depan. Speaker untuk telinga pasti disana letaknya.

Semua ini masih dibatasi juga oleh teknologi-teknologi yang ada. Misalkan contohnya kamera. Beberapa kamera pada smartphone terlihat menyembul (protruding), apakah ini desain yang disengaja? Ternyata bukan, teknologi kamera smartphone sekarang ini masih membutuhkan jarak tertentu antara lensa dengan sensor, apalagi ketika dibenamkan teknologi Optical Image Stabilization.

Jadi ada standar ketebalan minimal yang harus dimiliki device untuk menampung teknologi yang baru, sedangkan secara desain dan part hardware lain, sudah bisa membuat ketebalan smartphone semakin slim atau tipis. Akhirnya terpaksa ada batasan dimana kamera sedikit menyembul dibandingkan ketebalan smartphone secara keseluruhan.

Teknologi bahan juga memiliki kendala-kendala tertentu. Misalkan bahan yang dianggap premium sekarang untuk smartphone adalah metal dan kaca. Untuk menggunakan bahan metal misalnya, tidak semudah hanya mengganti bahan plastik menjadi metal. Tetapi ada faktor-faktor yang harus dipikirkan solusinya. Misalnya tentu saja bahan metal akan membuat device menjadi berat, sedangkan flagship device memiliki aturan tidak tertulis, harus ringan.
Β 
Alumunium bisa jadi dianggap metal yang ringan, tetapi kekuatannya terhadap tekuk tidak terlalu hebat, sedangkan device smartphone semakin hari diharapkan semakin tangguh, karena digunakan untuk lingkup pekerjaan yang sangat luas. Untuk itu perlu dicari campuran bahan metal yang cocok, atau proses tertentu, sehingga bahan alumunium ini selain ringan juga menjadi sangat kuat.

Sayangnya, bahan metal ternyata juga memiliki kekurangan lain, salah satunya mem-blok sinyal. Untuk tetap menggunakan bahan ini, solusinya harus memberi celah untuk sinyal bisa keluar masuk. Teknologi membuat celah ini akhirnya berdampak kepada desain dan terlihat mirip satu sama lain, berbentuk garis yang membelah metal case. Kemiripan ini misalnya bisa kita lihat contohnya di produk flagship HTC, Apple dan Samsung.



Ingat dengan pesawat radio atau televisi jaman dulu, ketika semua perangkat menggunakan antena yang bisa ditarik? Semua tipe antena nya mirip, karena teknologi saat itu memang demikian. Jadi desain memang bisa jadi mirip karena keterbatasan teknologi.

User Behavior atau Kebiasaan Umum

Proses desain juga sangat bergantung dengan kebiasaan umum pengguna. Misalkan secara umum kebanyakan orang adalah right handed atau menggunakan tangan kanan sebagai tangan utama. Jika secara umum orang bertangan kanan, kemungkinan besar ia akan menggunakan smartphone ketika bertelepon juga di kuping sebelah kanan.

Kebiasaan tersebut akan berdampak kepada desain, di antaranya penempatan tombol-tombol dari smartphone. Misalkan tombol power, sebaiknya diletakkan disisi mana supaya mudah dijangkau oleh satu tangan. Jari mana yang umum digunakan orang untuk menekan tombol power ketika menggenggam smartphone, di situlah biasanya tombol power diletakkan.

Bagaimana ketika orang sedang bertelepon dan membutuhkan akses untuk menaik turunkan volume? Ini akan menentukan posisi tombol volume, bagaimana bentuknya, dan tekstur permukaannya, supaya dengan meraba saja orang mengetahui tombol mana yang harus ditekan.

Bagaimana kemungkinan orang menyimpan smartphonenya?. Ke dalam saku celana kah? Di bagian saku depan atau belakang? Atau saku baju atau ke dalam tas? Jika diletakkan di atas meja, bagian manakah yang bersentuhan dengan meja? Apakah bagian layar atau bagian belakang?

Semua kebiasaan-kebiasaan tersebut berpengaruh terhadap rancangan desain, selain penempatan tombol, juga bisa kepada hal lain seperti lubang jack headphone, speaker, posisi sensor, bahkan bentuk dan perkuatan bahan.

Semakin hari, semakin banyak orang menghabiskan waktu dengan smartphone. Tentu saja selain baterai yang lebih kuat dan layar yang nyaman, smartphone harus nyaman digenggam sehingga menghindari tangan mudah lelah.

Salah satu kuncinya adalah bagian bezel atau bingkai smartphone yang banyak bersentuhan dengan tangan bentuknya harus nyaman. Jika menggunakan bahan metal sebagai bingkai, sudut yang terlalu kotak dan tekukan lancip, akan membuat tangan tidak nyaman. Bentuk melengkung tanpa sudut tajam bisa menjadi pilihan logis untuk kenyamanan genggaman yang esktra nyaman.

Tetapi harap diingat, bahan metal juga cenderung licin, sehingga device bisa saja mudah jatuh, dan bentuk melengkung memiliki friksi yang lebih kecil dengan kulit sehingga akan lebih licin. Meratakan sebagian lengkungan bisa menambah friksi (grip) sehingga bahan metal tidak terlalu licin.

Pilihan-pilihan terbatas yang masuk akal ini akan membuat beberapa logika desain yang sama dari banyak vendor, yang hasilnya bisa membuat beberapa desain smartphone terlihat mirip.

Jika kita mendorong lebih jauh lagi masuk ke teknologi desain, untuk sebuah desain flagship, selain bentuk desain menjadi pilihan nomor atas, kemudian bobotnya harus ringan, harus bisa slim, masih ada lagi faktor yang harus diperhitungkan yaitu distribusi berat yang tepat.

Pernahkah mencoba sebuah handphone yang ketika dipakai mengetik rasanya mudah lelah karena device selalu goyang atau terasa mau berguling ke belakang? Atau tipe device yang setiap kali jatuh, walaupun tidak tinggi, selalu mudah pecah layarnya?
Penyebabnya karena distribusi berat di dalamnya tidak merata. Sebuah device dengan distribusi berat yang tepat, bisa dirancang ketika terjatuh, hampir jarang membentur bagian yang paling lemah dan mudah pecah, misalkan layar. Ini membutuhkan ketelitian khusus, juga kerjasama antara desainer dan pembuat hardware yang baik, dan dilengkapi dengan testing yang cukup.

Secara kebalikan, sebuah desain juga bisa 'memaksa' orang membuat gesture seperti yang ingin dicapai oleh pembuat desain. Misalnya yang sederhana, kebanyakan pemakai smartphone android dan iPhone ketika memotret akan menempatkan device secara landscape, atau tiduran, sementara pengguna Blackberry akan memotret dengan kondisi handphone berdiri/potrait.

Tetapi ketika mengambil gambar selfie sendiri, kebanyakan semua orang menempatkan smartphone dalam kondisi berdiri/potrait, dan kebiasaan ini akan membuat desainer merancang fitur untuk memudahkan mengambil gambar tanpa menekan layar atau tombol, atau menambahkan sensor menggantikan tombol di bagian yang dianggap mudah dijaungkau jari pada posisi tersebut.

Jadi dari sini kita mendapat gambaran bahwa rancangan desain bisa berangkat dari kebiasaan umum orang, atau user behavior.

Bersambung...

*) Penulis, Lucky Sebastian merupakan sesepuh komunitas Gadtorade. Pria yang tinggal di Bandung ini sejatinya adalah seorang arsitek, tetapi antusiasme yang tinggi akan gadget justru semakin membawa Lucky untuk menjadi gadget enthusiast.

(ash/ash)





Hide Ads