Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Game Freemium, Menguntungkan atau Mematikan?

Game Freemium, Menguntungkan atau Mematikan?


- detikInet

Jakarta - Salah satu penyebab berkurangnya minat yang berimbas pada turunnya game mobile besar adalah skema freemium. Metode ini membiarkan calon pemain men-download di awal, namun membayarnya belakangan.

Freemium tentu menarik, karena memberikan gratis, walaupun tak benar-benar-gratis, kepada pemain. Ketika sudah masuk perangkap bernama kecanduan, semudah itu pula para pengembang panen pendapatan dari kantong para pemain.

"Saya pikir, semua orang senang dengan game free-to-play untuk saat ini," komentar Kyu Lee, pendiri Gamevil dan sudah berkecimpung di bisnis game lebih dari satu dekade.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Will Stallwood, dari Cipher Prime, game freemium bagi developer seperti melemparkan jaring lebar dan di satu sisi mempertahankan loyalitas pengguna. Sebagian ada yang suka, tapi tidak sedikit yang mencibirnya.

Ambil contoh adalah Angry Birds, game ini dahulu menerapkan sekali bayar putus di platform iOS. Kemudian, ketika terbang ke Android, game ini diberikan gratis. Akan tetapi dengan risiko, pengguna akan dijejali dengan iklan dan level yang diberikan tidak full.

Mungkin mengais untung dengan cara yang cepat inilah, membuat Rovio pada akhirnya 'membebaskan' sekuel Angry Birds di iOS dan Android. Pengguna banyak yang tidak senang, sehingga membuat keuntungan perusahaan asal Finlandia ini terjun bebas.

Soal penolakan metode freemium ini sejatinya bukan barang baru di industri game. Dahulu, EA pernah mendapat amarah dari penggemar Dungeon Keeper yang harus membeli untuk tambahan item baru.

Menurut analisa dari dunia game, keluhan utama tentang model free-to-play adalah membuat permainan unbalance. Kecanduan, harus dibayar mahal dengan sebuah konsep berbayar per item. Nilainya tak seberapa, tapi bisa terus-terusan.

Konsep ini memang mendapat pertentangan dari para pemainnya. Namun, hal tersebut masih dibela oleh pelakunya. Seperti yang diungkapkan Daniel Fiden, Kepala Strategi Officer FunPlus.

"Ketika game freemium dioperasikan dengan baik dengan loyalitas jangka panjang pemain itu adalah pengalaman hebat bagi pemain Ini juga merupakan bisnis yang besar. Kami percaya hal itu akan menjadi model yang paling populer untuk sebagian besar platform," katanya.

Memang, pada akhirnya karakteristik pemain game mobile berbeda-beda. Ada juga yang sukses dengan sistem beli putus, namun tak sedikit yang gagal. Seperti halnya berbagai judul game yang mengadopsi game freemium.

Suka atau tidak, kenyataannya game freemium masih memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pemasukan publisher.

Menurut survei dari Swerve, bahwa sekitar 0,15% dari pemain game freemium menyumbang 50% dari semua permainan freemium.

Tentu saja ini ada sisi baik dan buruknya. Sisi baiknya adalah ketika perusahaan ini mampu mengubah permainan menjadi pembeli efektif, itu bagus.

"Namun sisi negatifnya, ketika banyak orang yang sudah terbiasa membayar game sekali bayar, ini tentu saja mimpi buruk. Karena bergantung pada item untuk dibeli adalah kesulitan yang tak bisa ditampik," ujar Hugh Reynold, dari Swerve.

Dia mengatakan, dari 0,15% yang merelakan uangnya untuk membeli tambahan item di game, sebanyak 49% di antaranya membeli untuk satu permainan saja selama sebulan. Sedangkan 13% rela membayar untuk lima atau lebih game.

"Ini sama artinya adalah pembelian pertama sangat penting bagi para pengembang game," tandas Hugh.

(tyo/ash)







Hide Ads