Selain menerima dana dari investor, perusahaan digital juga melakukan investasi. Lihat saja Bukalapak yang berinvestasi di Allo Bank, Gojek dan Grab yang berinvestasi di LinkAja, atau Akulaku yang membeli saham Bank Neo.
Saham yang dibeli oleh perusahaan digital tersebut terbilang tidak terlalu besar, namun mereka tetap tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang sudah berjalan baik.
Investasi yang dilakukan oleh perusahaan digital menurut Yoris Sebastian, Founder OMG Creative Consulting, merupakan hal yang biasa dilakukan oleh perusahaan digital, baik yang ada di dalam negeri maupun di luar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dahulu eranya satu perusahaan dipegang secara besar atau mayoritas, namun kini eranya kepemilikan saham di satu perusahaan jumlahnya kecil dan dipegang oleh banyak investor.
Investasi yang dilakukan oleh perusahaan digital tersebut mencontoh Google yang berinvestasi di berbagai perusahaan yang sudah berjalan. Yoris memperkirakan tujuan dari perusahaan digital tersebut untuk melakukan investasi di perusahaan lain adalah untuk menguasai pasar dan membuat ekosistem digital yang lebih besar dan kuat.
"Biasanya pemilik dari perusahaan yang diakusisi dijadikan komisaris. Seperti Tokopedia yang mengakusisi Bridestory dan Parentstory. Pendiri tetap menjadi pemegang saham minioritas bersama dengan pemegang saham minoritas lainnya. Namun investor tetap mempercayakan jalannya perusahaan kepada pendirinya. Investor membeli karena foundernya, bukan idenya semata. Investor tersebut tetap membutuhkan foundernya untuk membesarkan perusahaannya," terang Yoris.
Langkah perusahaan digital yang membeli beberapa saham perusahaan dinilai Yoris sebagai salah satu langkah coopetition (bekerjasama), bukan competition (bersaing satu dengan yang lainnya). Banyak perusahaan digital global saat ini melakukan coopetition dibandingkan competition, sehingga tujuan lain dari akusisi ini adalah menguragi perang harga yang tidak sehat. Hal ini menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan besar.
"Semakin besar potensi perusahaan tersebut tumbuh dan foundernya memiliki visi yang bagus, maka akan banyak pemegang saham yang memegang saham perusahaan tersebut. Masuk di jumlah saham yang kecil dirasa sebagian investor cukup untuk membuat ekosistem dan mengurangi competition. Sehingga yang diincar adalah strategic business dari perusahaan yang dibeli," terang Yoris.
Investment company pemerintah Singapura, kata Yoris, melakukan akuisisi perusahaan rintisan di Silicon Valley. Perusahaan dan pendirinya yang diambil tidak dikenal sama sekali. Namun karena idenya bagus, mereka masuk sebagai angel capital di perusahaan startup tersebut dengan kepemilikan saham 7%.
Startup yang dibiayai tersebut ketika ingin mengembangkan usahanya di Asia, harus membuka kantor dan membayar pajak di Singapura.
"Lihat Astra dan Telkomsel yang masuk ke Gojek. Industri film Korea juga membeli saham jaringan bioskop terbesar di Indonesia. Saat ini investor melakukan investasi melihat strategic business dari perusahaan digital tersebut di masa depan dan potensi kolaborasi yang bisa dibentuk. Jadi jangan hanya lihat jumlah saham yang kecil," terang Yoris.