Pasar Exynos Tergerus MediaTek
Hide Ads

Pasar Exynos Tergerus MediaTek

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Jumat, 04 Mar 2022 10:15 WIB
Samsung Exynos 2200
Foto: Dok. Samsung
Jakarta -

Pangsa pasar chip Exynos milik Samsung mengalami penurunan, baik di Amerika Serikat maupun secara global.

Menurut laporan terbaru dari Counterpoint Research, pangsa pasar SoC besutan Samsung ini hanya 4% secara global dan kurang dari 2% di Amerika Serikat. Pangsa pasar Exynos, menurut Counterpoint Research tergerus oleh MediaTek dan Qualcomm.

"Samsung Exynos turun ke posisi ke-5 dengan pangsa pasar 4% karena Samsung tengah mengatur ulang strategi portfolio ponselnya, termasuk dengan melakukan outsourcing ke ODM asal China," tulis Counterpoint dalam laporannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alhasil, pangsa pasar Samsung kini digarap oleh MediaTek dan Qualcomm yang terus berkembang. Mulai dari ponsel kelas menengah dengan koneksi 4G dan 5G, sampai ponsel kelas flagship.

ADVERTISEMENT

Bahkan, ponsel Galaxy S series di Indonesia pun kini menggunakan chip Snapdragon dari Qualcomm. Padahal sebelumnya, seri ponsel flagship Samsung yang dirilis di Indonesia selalu menggunakan chip Exynos.

Dalam laporan tersebut disebutkan MediaTek masih menjaga posisi teratasnya dengan market share global sebesar 34% pada Q4 2021, turun dari 37% pada Q4 2020, yang terbantu karena banyak ponsel kelas bawah dan menengah Samsung keluaran kuartal lalu yang menggunakan chip MediaTek.

Qualcomm, yang masih bertengger di posisi ke-2, punya pangsa pasar 30%, naik 7% dibanding Q4 2020 yang pangsa pasarnya hanya 23%. Sementara itu Apple bertahan di posisi ke-3 dengan market share 21%, turun dari 22% pada Q4 2020.

Pertumbuhan terbesar didapat oleh Unisoc, yang tercatat punya pangsa pasar 11%, naik dari 4% pada Q4 2020, demikian dikutip detikINET dari Phone Arena, Kamis (3/3/2022).

Lalu di posisi ke-5 ada Samsung yang pangsa pasarnya turun dari 7% menjadi 4%, dan posisi terakhir ditempati oleh HiSilicon milik Huawei, yang pangsa pasarnya kini hanya 1%, turun dari 7%, akibat berbagai sanksi dari pemerintah AS.




(asj/afr)