Review Teknologi Informasi Komunikasi Indonesia 2021: Semakin Hidup!
Hide Ads

Kolom Telematika

Review Teknologi Informasi Komunikasi Indonesia 2021: Semakin Hidup!

- detikInet
Rabu, 15 Des 2021 06:14 WIB
Dimitri Mahayana, Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Bandung, sekaligus Dosen STEI ITB Kelompok Keahlian Kendali dan Komputer
Dimitri Mahayana (Dok Pribadi)
Jakarta -

Sekalipun pandemi seperti tiada ujungnya --meredup di satu negara naik di lainnya serta habis Delta terbit varians Omicron-- dalam amatan penulis, sektor teknologi informasi komunikasi (TIK) di Tanah Air malah makin berdenyut. Terutama TIK dari sisi implementasi digital lifestyle, yang di dalamnya mencakup perbankan digital (digital banking), uang digital (emoney), perdagangan daring (ecommerce), dan teknologi finansial (technology financial/techfin).

Sisi berdenyut akan terlihat dari linimasa artikel survey yang Sharing Vision lakukan dan eklusif dipublikasikan di detikINET. Pada publikasi 13 Juli 2015, survey ecommerce kami menyebutkan, penggunanya di tahun 2012 hanya 3,1 juta dari total pengguna internet 59,6 juta. Lalu, kemudian menjadi 4,6 juta pengguna dari 72,8 juta (tahun 2013), dan 5,9 juta pembeli dari 83,7 juta (tahun 2014). Bisa dibaca di artikel berikut ini:

Dua tahun kemudian, periode 2017, ecommerce makin menggantikan proses transaksi konvensional. Survey "Digital Trend 2017" Sharing Vision yang dipublikasikan 13 September 2017 menunjukkan, 20% dari total 160 responden pernah memesan akomodasi skala UKM melalui AirBnb, sehingga transaksi ekonomi digital tak hanya terjadi di bidang kuliner. Bisa dibaca di artikel berikut ini:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tiga tahun kemudian, publikasi atas riset kami per Desember 2020 menunjukkan perkembangan ecommerce yang kemudian melekat dengan emoney Di sana disebutkan, dengan melibatkan 1.729 orang responden, 91% responden telah menggunakan uang elektronik tersebut. Bisa dibaca di artikel berikut ini:

Lantas, bagaimana kondisi tahun 2021 ini? Review TIK kami pada awal Desember yang berjudul "Survey eChannel, Fintech, eCommerce dan eLifestyle 2021", kembali menemukan sebuah perkembangan lanjutan yang boleh jadi rekapitulasi femonena sebelumnya.

ADVERTISEMENT

Jika medio 2015 dan 2017 masing-masing dimulai dan menguatnya ecommerce, lantas tahun 2020 emoney, maka salah satu temuan survey tahun 2021 adalah mulai meningkatnya kripto. 11,8% Responden sudah memiliki aset kripto, 12% pernah jual beli aset kripto, serta 5,3 pernah melakukan mining. Dari persentase tersebut, sejumlah nama aset disebutkan, lihat grafis 1.1 di bawah sebagai berikut:

Review Kondisi TIK Indonesia 2021 oleh Dimitri MahayanaGrafis 1.1 Penggunaan Aset Kripto (dok Dimitri Mahayana/Istimewa)

Data tersebut tidaklah muncul tiba-tiba. Dalam opini penulis, situasi ini muncul hanya karena didorong fenomena digital lifestyle sebelumnya yakni imbas kian 'terbenamnya' masyarakat Indonesia pada digital banking, emoney, ecommerce, dan techfin. Simultan, survey kami pada tahun ini juga menunjukkan, makin jarangnya responden menggunakan ATM dan mengakses kantor cabang bank konvensional. Terjadi frekuensi penggunaan yang tumbuh tinggi untuk layanan mobile banking dan internet banking.

Halaman selanjutnya: Penggunaan emoney, ecommerce dan techfin >>>

Penggunaan emoney, ecommerce dan techfin

Pada survey emoney, yang mana 93,7% responden survey kami tahun ini sudah memilikinya. Dalam jawaban terbukanya, tertinggi digunakan Gopay sebesar 79,4%. Disusul OVO 66,63%, Shopee 58,47%, Dana 40,81%, eMoney Mandiri 20,33%, Flazz BCA 18,66%, LinkAja 16,9%, Brizzi 7,54%.

Uang digital terbanyak digunakan untuk membeli makanan secara hantaran (delivery). Kemudian berturut-turut membayar ecommerce, transportasi daring, beli pulsa, bayar kafe dan restoran, bayar tol, bayar minimarket, bayar parkir, dan transportasi umum.

Adapun keluhan terbesarnya berkisar di aplikasi tak bisa digunakan, kartu emoney tidak terdeteksi, menambah nominal dilakukan tapi tak terdeteksi, serta nominal saldo berkurang padahal tak digunakan.

Di sisi lain, Quick Response (QR Code) juga makin familiar digunakan dengan jawaban 80% dari 2.095 responden menggunakannya. Biasanya QR Code digunakan saat transaksi di kafe, restoran, minimarket, supermarket, tempat rekreasi, hingga pedagang kaki lima. Simak data lengkapnya di bawah ini:

Review Kondisi TIK Indonesia 2021 oleh Dimitri MahayanaGrafis 1.2 Penggunaan QR Code (dok Dimitri Mahayana/Istimewa)

Bagaimana dengan perdagangan daring? Sudah pasti kian meresap dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 52,8% responden bahkan mengaku mengalami peningkatan belanja di ecommerce sementara 31,6% mengaku berbelanja tetap serta hanya 12,9% yang menjawab menurun.

Adapun belanja terbesar adalah untuk makanan dan minuman (71,25%), fashion dan mode (55,97%), pulsa (48,92%), buku, hobi, dan koleksi (43,22%), kosmetik dan alat kecantikan (40,05%), grosir/keperluan sehari-hari (34,72%), transportasi jarak jauh (20,98%), ponsel, laptop/komputer (16.09%), dan booking hotel (14,38%).

Menariknya, alasan utama belanja di ecommerce daripada luring adalah karena banyak promo. Setelah itu, karena praktis, bisa belanja kapan dan dimana saja, menghindari keramaian karena pandemi, lebih murah, dan lebih banyak pilihan toko dan produknya. Adapun merek mana yang terfavorit digunakan responden, simak Grafis 1.3 berikut:

Review Kondisi TIK Indonesia 2021 oleh Dimitri MahayanaGrafis 1.3 Data ecommerce (dok Dimitri Mahayana/Istimewa)

Terakhir, untuk techfin, Sharing Vision menemukan fakta bahwa tekfin untuk peminjaman (lending) sudah dilakukan 5,9% responden yang mana alasan utama penggunaan adalah karena pencairan cepat dan mudah, persyaratan tidak ribet, pengajuan cepat, serta tidak memerlukan jaminan. Pun demikian, keluhan utama adalah bunga tinggi, aplikasi tidak bisa diakses, penagihan dilakukan hingga ke kolega peminjam, dan adanya teror oleh debt collector. Singkatnya, kian lekatnya kehidupan masyarakat Indonesia pada digital lifestyle, tidak pernah menunjukkan data stagnan apalagi menurun. Akumulasi survey kami sedikitnya dalam 6 tahun terakhir menunjukkan kian bertaringnya digital lifestyle dalam keuangan, terutama pembayaran.

*Dr. Ir. Dimitri Mahayana, M. Eng adalah Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Bandung, sekaligus Dosen STEI ITB Kelompok Keahlian Kendali dan Komputer.



Simak Video "Video Pajak 0,5% E-Commerce, idEA: Tak Berat, Tapi Mekanismenya Harus Jelas"
[Gambas:Video 20detik]