Alibaba, raksasa toko online yang didirikan Jack Ma, baru-baru ini kena denda USD 2,75 miliar atau lebih dari Rp 40 triliun oleh otoritas China, merupakan denda anti monopoli terbesar yang pernah dijatuhkan di China. Tapi investigasi pada mereka belum selesai.
Regulator State Administration for Market Regulation (SAMR) menyebut Alibaba bersalah karena sejak tahun 2015 telah mencegah para merchant di tokonya untuk menggunakan platform online yang lain. Hal inilah yang dinyatakan sebagai pelanggaran karena menghalangi kompetisi.
Dalam kabar terbaru, China melancarkan investigasi terhadap perusahaan patungan atau joint venture antara raksasa e-commerce yang didirikan Jack Ma ini dengan Minmetals Development.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Mei 2012, Minmetals Development meluncurkan bisnis e-commerce. Nah pada November 2015, Alibaba diketahui berinvestasi di perusahaan dan menjadi pemegang saham terbesar kedua karena memegang 44% saham perusahaan.
Perusahaan patungan ini diperiksa atas tuduhan "konsentrasi usaha bisnis" yang merupakan jenis perilaku monopoli di bawah hukum China. Mengenai tudingan itu, pihak Minmetals telah mengeluarkan bantahan sedangkan Alibaba masih bungkam.
"Kerja sama ini tidak melanggar hukum anti monopoli dan tidak ada kerusakan terhadap kepentingan pelanggan, konsumen, dan investasi," kata mereka seperti dikutip detikINET dari Reuters, Rabu (21/4/2021).
Pastinya, penyelidikan baru ini membuat Alibaba belum bisa tenang. Sebelumnya diberitakan pula bahwa Alibaba juga diminta oleh pemerintah China untuk melepas aset media yang mereka miliki. Sebut saja koran berbahasa Inggris terbesar di Hong Kong, South China Morning Post.
Investigasi terus dilakukan di tengah menghilangnya Jack Ma dari pandangan publik usai mengkritik sistem keuangan pemerintah China di Oktober 2020. Sejak saat itu, perusahaannya termasuk Ant Financial dan Alibaba seakan diobok-obok oleh pemerintah China.
(fyk/afr)