"Belum ada laporan ke KPPU terkait aksi merger akuisisi yang dilakukan Grab terhadap Uber," ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf kepada detikINET, Selasa (27/3/2018).
Meski belum ada laporan resmi, namun KPPU mengaku terus memantau penggabungan dua kekuatan di ranah ride sharing alias transportasi daring ini untuk menjaga persaingan usaha sehat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Resmi! Grab Akuisisi Uber |
Dari catatan KPPU, dengan transaksi pengalihan tersebut, Uber telah memperoleh 27,5% porsi saham di Grab dan menghentikan seluruh kegiatan operasional mereka di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Transaksi ini tentunya akan mengubah peta persaingan transportasi daring di Indonesia, namun perlu dianalisa lebih lanjut sejauh mana transaksi tersebut mampu berdampak pada pasar Indonesia," masih kata Syarkawi.
KPPU mencatat bahwa pasar transportasi daring di Indonesia, berdasarkan frekuensi dan transaksi penggunaan aplikasi masih terkonsentrasi pada tiga pelaku usaha besar, secara berurutan oleh Go-Jek, Grab, dan Uber--di luar berbagai aplikasi transportasi daring lainnya.
Untuk sementara, hasil kajian KPPU mencatat bahwa jumlah pengguna aplikasi Grab dan Uber adalah sebesar 14,69% dan 6,11%. Sebagian besar pasar tersebut masih dipegang oleh aplikasi Go-Jek milik PT Aplikasi Karya Anak Bangsa yang didirikan Nadiem Makarim.
Baca juga: Uber Dibeli Grab, Posisi Go-Jek Terancam? |
Mengingat struktur pasar yang cukup terkonsentrasi, KPPU memberikan perhatian khusus atas transaksi ini dan mengingatkan agar Grab sebagai pihak yang melakukan penggabungan, untuk secepatnya melakukan pemberitahuan atau notifikasi kepada KPPU selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah transaksi tersebut berlaku efektif secara yuridis.
Terancam Denda
Menurut Syarkawi, kewajiban tersebut sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Pasar 29 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010.
"Tergantung efektif yuridisnya kapan. Jika Kemenkumham menyatakan akuisisi sah tanggal 26 Maret, berarti 30 hari kerja setelahnya wajib lapor ke KPPU. Jika tidak lapor akan dikenai denda keterlambatan notifikasi akuisisi sebesar Rp 1 miliar per satu hari," tegas Syarkawi.
Ia pun menegaskan, merger yang wajib dilaporkan tersebut haruslah merger yang memenuhi ketentuan kewajiban minimal, yakni Rp 2,5 triliun aset gabungan atau Rp 5 triliun penjualan gabungan.
"Dalam hal ini KPPU belum memperoleh informasi resmi terkait nilai transaksi, namun dari berbagai pemberitaan di publik, kami mencatat potensi sebesar USD 2 miliar (sekitar Rp 27,5 triliun) pada transaksi tersebut," ungkap Syarkawi.
Baca juga: Setelah Facebook, #DeleteUber Menggema |
Dalam analisanya, KPPU akan menilai beberapa aspek, utamanya pasar yang menjadi perhatian bisnis yang bersangkutan, dan potensi dampak persaingan yang terkait dengan transaksi. Hasil penilaian tersebut akan dituangkan dalam suatu Pendapat KPPU.
Sementara, KPPU mencatat bahwa transaksi tersebut tidak hanya mempengaruhi Indonesia, namun juga berbagai negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Untuk itu KPPU telah mulai melakukan komunikasi dengan otoritas persaingan usaha di ASEAN terkait aksi korporasi tersebut. Hingga saat ini, transaksi tersebut telah menjadi perhatian utama oleh berbagai otoritas persaingan di ASEAN.
KPPU sendiri akan mengantisipasi dampak merger dengan memantau persaingan dan perkembangan harga di sektor aplikasi transportasi daring tersebut, baik dalam jasa berbagi angkutan (ridesharing) maupun pengantaran makanan (food delivery). (rou/rou)