Menurutnya kalau ingin ada pengenaan pajak, harusnya diterapkan secara berimbang. Ketua Bidang Pajak Cybersecurity Infrastruktur idEA Bima Laga berpendapat, seharusnya tidak hanya marketplace yang dibebankan. Hal ini bisa berdampak terjadinya shifting atau pergeseran pada pembeli.
"Semuanya harus equal. Jadi jangan cegat satu pintu, tapi pintu lain masih bolong. Pintu lain harus dijagain, seperti concern pada media sosial," ujar Bima ditemui di D Lab, Jakarta, Selasa (30/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Media sosial ini kan milik asing. Mereka buka kantor di sini lisensinya sebagai apa," terang Bima.
Lain halnya dengan marketplace yang memang berdomisili di Indonesia. Apapun peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, pelaku e-commerce ini harus menuruti aturan tersebut. Jika tidak, maka hal tersebut akan menjadi salah.
Bima pun menyayangkan aturan ini pertama-tama baru ditujukan untuk marketplace. Menurutnya, seharusnya aturan ini langsung ditujukan untuk pelaku di luar marketplace.
"Tapi kan ini tidak bisa. Orang keburu sudah shifting. Mengapa tidak dikeluarkan secara bersama? Kita bisa mematangkan aturan ini secara berbarengan. Sehingga kalau aturan ini dikeluarkan, semuanya menjalankan. Di ekosistem juga lebih enak," tuturnya.
Bima pun menekankan level playingfield bukan hanya level offline dan online, tapi online informal dengan online formal. Online formal adalah marketplace, tapi online informal adalah media sosial.
Dirinya pun tidak mengerti alasan BKF (Badan Kebijakan Fiskal) mengapa marketplace menjadi sasaran aturan tersebut.
"Harus ditanyakan ke BKF. Cuma yang pastinya BKF mungkin ada desakan atau masukan tentang offline dan online. Tapi kan sebenarnya bukan offline dan online, tapi itu tadi online informal dengan formal," pungkasnya. (rns/rns)