Apa sebenarnya kesalahan Google?
Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus, M Haniv, menjelaskan Google bukan merupakan Badan Usaha Tetap (BUT). Sementara selama ini telah menerima penghasilan dari dalam negeri, terutama dari iklan perusahaan lain. Harusnya Google telah berbentuk BUT di Indonesia, karena meraup penghasilan dari dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka kan menerima revenue (penerimaan) perusahaan dari dalam negeri. Kalau BUT itu perusahaan dalam negeri wajib memotong PPN, tapi karena bukan BUT jadi perusahaan dalam negeri setor-setor saja. Misalnya Unilever pakai iklan di Google, itu karena bukan BUT, jadi nggak wajib potong," terangnya di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Di samping itu, Google juga tidak membayar Pajak Penghasilan (PPh). Sebab, syarat untuk pemungutan PPh badan harus merupakan BUT. Padahal penghasilan Google di Indonesia sangat besar.
"PPh juga nggak kena, karena bukan BUT. Itu baru bisa dipungut kalau BUT," ujarnya.
Haniv menambahkan, selama ini Google memang memiliki kantor di Indonesia, tepatnya di Jakarta. Akan tetapi, menurut Haniv itu hanyalah kantor perwakilan, bukan BUT.
"PT-nya itu seperti representative office, itu kantornya itu hanya menyetorkan fee. Fee itu hanya beberapa persen dari revenue," tandas Haniv.
Karena itu, Google selama ini bisa bebas berusaha di Indonesia tanpa membayar pajak. Pemerintah tidak ingin ini terjadi. (mkl/ash)