Kementerian Kominfo telah memilih tiga skenario alternatif untuk menyelamatkan nasib industri Code Division Multiple Access (CDMA) yang dalam beberapa tahun terakhir mulai kolaps di Indonesia.
"Sudah ada tiga skenario yang kita kaji dan diserahkan ke Menkominfo. Nanti sebelum puasa akan dieksekusi," ungkap Dirjen Sumber Daya Perangkat dan Pos Informatika Kementerian Kominfo, Muhammad Budi Setiawan, di sela Indonesia Cellular Show 2014 di Jakarta.
Menurutnya, tiga skenario bagi pemain berbasis CDMA di frekuensi 850 MHz itu adalah sebagai berikut: menjalankan teknologi netral, membagi alokasi frekuensi sebesar 10 Mhz untuk CDMA dan 10 MHz untuk e-GSM, dan terakhir berkonsolidasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Director & CTO Smartfren Merza Fachys mengungkapkan, pihaknya memang mengusulkan ke pemerintah untuk membagi dua alokasi frekuensi di 850 MHz agar CDMA dan e-GSM bisa berjalan bersamaan.
βKami melihat agak susah untuk berkonsolidasi. Lalu ada pemain besar seperti Telkom dan Indosat yang maunya e-GSM. Sepertinya membagi dua alokasi jadi pilihan yang terbaik,β katanya.
Meski demikian ia mengingatkan, jika pilihan yang diambil membagi dua alokasi frekuensi untuk teknologi berbeda, harus ada penataan karena penempatan sekarang belum berdampingan.
βMobile-8 harus berdampingan dengan Bakrie Telecom, Indosat dan Telkom. Masalahnya, untuk Mobile-8 dan Bakrie Telecom itu tak seimbang kepemilikan frekuensinya,β jelasnya.
Diungkapkannya, Bakrie Telecom di Jabodetabek memiliki empat kanal, di luar Jabodetabek tiga kanal. Sementara Mobile-8 stabil dengan empat kanal di Jabodetabek dan luar Jabodetabek.
"Solusinya guardband dibuka untuk carrier aggregation. Masalahnya, ini butuh difasilitasi dari pemerintah agar mulus. Kita sendiri sejauh ini belum ada pembicaraan dengan Bakrie Telecom,β pungkasnya.
(rou/ash)