Meski saat ini sudah berbisnis dengan skema B2B di Indonesia, namun tetap saja Starlink ngotot untuk dapat memberikan layanan langsung ke masyarakat Indonesia.
Sebelum memberikan izin berusaha bagi perusahaan besutan Elon Musk, Dr Dipl. Ing. Lilly S. Wasitova, seorang aerospace engineer dan praktisi teknologi kerdirgantaraan, meminta pemerintah untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya atas kehadiran Starlink di Indonesia, dengan melibatkan pakar dari berbagai disiplin ilmu, seperti teknologi antariksa, teknologi komunikasi, dan juga ahli kebijakan publik.
Sehingga nantinya dalam memutuskan memperbolehkan Starlink memberikan layanan ke masyarakat secara langsung tak hanya sekadar pertimbangan bisnis semata, namun diatas segalanya adalah masalah kedaulatan dan keutuhan NKRI.
"Tidak mungkin teknologi itu sempurna sehingga dibutuhkan ahli yang dapat memberikan pertimbangan ke pemerintah. Pejabat yang memerintah saat ini hanya untuk waktu yang terbatas, dan utamanya adalah mengemban mandat untuk mengawal kedaulatan NKRI dan mencapai tujuan Nasional," kata Lilly.
"Saya yakin Elon Musk memiliki motif lain disamping bisnis terutama terkait data vital Indonesia. Dengan menguasai data vital akan memberikan power tersendiri. Minimal nilai tawar Elon Musk di Indonesia akan semakin tinggi," tambahnya.
Doktor lulusan Universitas Pertahanan Indonesia ini pun mempertanyakan konfigurasi satelit Starlink, yang sampai saat ini tak pernah mengungkap lokasi hub dan data center mereka, yang semestinya dipakai untuk menyimpan data telekomunikasi satelitnya itu.
Keberadaan lokasi penyimpanan data ini menurut Lilly sangat vital sebab Starlink memiliki potensi mengeruk data pribadi penduduk dan data penting lainnya di Indonesia. Seperti data geografi, demografi dan prilaku masyarakat Indonesia.
Seperti diketahui, Starlink menggunakan ribuan satelit yang berkomunikasi secara independen dan dilakukan point to point. Data yang melalui Starlink langsung dikirim ke pusat kendalinya yang lokasinya tak diketahui.
(asj/asj)