Istilah FOMO (Fear Out Missing Out) belakangan kian akrab di telinga. Bahkan bagi sebagian pihak, FOMO ini kabarnya juga sudah melanda industri telekomunikasi alias takut ketinggalan teknologi baru. Apa harus demikian?
Industri telekomunikasi memang begitu cepat melesat. Rasanya baru kemarin merasakan konektivitas data 3G yang lumayan cepat melontarkan internet usai terseok-seok dengan 2G. Berlanjut ke 4G yang jauh lebih stabil dan mumpuni memenuhi kebutuhan internet pelanggan dari berbagai kalangan.
Berlanjut ke 5G yang kini masih mencari jati diri, lantaran tak semasif 4G dari sisi ekspansi jaringan dan penggunaannya. Lalu kini, di Mobile World Congress (MWC) 2023 yang berlangsung di Barcelona, Spanyol, sudah digaungkan eranya 5.5G yang bakal menjadi cikal bakal teknologi 6G.
Baca juga: Wilayah Maritim RI Mau Cicipi Letupan 5G |
Nah, dengan semakin demikian canggihnya teknologi telekomunikasi, maka pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah pelanggan butuh? Internet sebegitu cepatnya mau dipakai untuk apa?
Menurut Hendri Mulya Syam, Direktur Utama Telkomsel, secara teknis teknologi era 6G akan hadir di dunia untuk kemudian bakal menggantikan 5G, di mana biasanya siklus teknologi itu secara tren sudah terbentuk mengikuti perkembangan kebutuhannya.
"Teknologi terbaru tentunya akan menggantikan atau minimal melengkapi teknologi sebelumnya. Kalau dilihat siklusnya, 3G itu sudah ada sejak 1999 dan diluncurkan secara komersial oleh Telkomsel di Indonesia pada 2006. Sementara teknologi 4G sudah hadir sejak tahun 2008 dan diperkenalkan secara komersial oleh Telkomsel pada 2014. Sedangkan untuk 5G sudah ada pada 2018 dan dihadirkan secara komersial oleh Telkomsel pada 2021. Cara melihatnya seperti itu," papar Hendri saat berbincang dengan detikINET di sela perhelatan MWC 2023 di Barcelona, Spanyol.
Selanjutnya, apa sebenarnya yang dibutuhkan pelanggan? Jika keperluannya 'sebatas' download video 4K maka lontaran internet 4G dengan kecepatan download 16 MB itu dianggap sudah sangat cukup.
"Kalau pelanggan kan mau itu 3G, 4G, atau 5G yang penting internetnya cepat. Tidak perlu lagi gimmick yang berlebihan. Jadi menurut saya, teknologi-teknologi berikutnya tidak semudah itu secara langsung diimplementasi operator, terutama dengan pertimbangan investasi dan potensi pemanfaatan jangka panjangnya," lanjutnya.
Pun begitu, teknologi 4G diyakini masih banyak ruang untuk bisa lebih diutilisasi dan dikembangkan. Pesan tersebut secara tersirat sudah bisa dilihat dari nama yang dilekatkan pada teknologi 4G itu sendiri.
"4G itu kan disebut LTE (Long Term Evolution). Cara mereka memberi nama itu flawless, beneran broadband nyaris sempurna. Pertumbuhan industri digital itu kan tergerak setelah 4G. Ada Gojek, konten kreator, dan lainnya. Kalau 3G memang ada sejumlah kelemahan secara teknis untuk improve," ditambahkan Hendri.
Telkomsel sendiri mempertimbangkan secara matang tiap langkah dalam ekspansi jaringannya dengan 5G, di mana dilakukan secara bertahap dan terukur. Saat ini mereka masih memiliki jangkauan 5G terbesar di Indonesia dengan 250 site BTS. Layanan 5G Telkomsel sudah bisa ditemui di Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Medan, Denpasar, Makassar, dan beberapa wilayah lainnya.
Telkomsel ingin tetap relevan dengan setiap perkembangan teknologi, dengan menyesuaikan tingkat adopsi teknologi pada ekosistem pengguna. Salah satu hal terpenting adalah bagaimana memastikan pengalaman berinternet pelanggan tetap optimal menggunakan kapabilitas teknologi jaringan yang tersedia. "Jadi ekspansi teknologi terbaru seperti 5G yang Telkomsel lakukan bertahap dan terukur. Karena untuk pelanggan yang penting internet cepat," kata Hendri.
Pun demikian, Telkomsel selalu berusaha update dengan setiap perkembangan teknologi. Buktinya pada perhelatan MWC 2023, Telkomsel meneken sejumlah nota kesepahaman (MoU) dengan Huawei, ZTE, Ericsson, Microsoft, dan GSMA untuk bisa meningkatkan kapasitas kemampuan Telkomsel di industri.
Kesepakatan tersebut mulai dari uji coba teknologi 5G terbaru untuk suatu wilayah di Indonesia hingga alih pengetahuan untuk menaikkan level Sumber Daya Manusia (SDM) Telkomsel.
"Jadi 6G nanti kita akan terus memantau perkembangan teknologinya seperti apa. Sekarang buat para operator akan memiliki pertimbangan untuk setiap langkah investasi teknologi. Apakah betul kita sangat butuh? Kita investasi apapun sekarang akan semakin terukur. Jadi 6G apakah butuh? Baik operator atau konsumen? Kita ingin teknologi yang diimplementasikan benar-benar memiliki kebermanfataan dan keberlangsungan jangka panjang, kita juga akan fokus apa yang dibutuhkan benar-benar oleh konsumen. Singkat kata, kita ingin teknologi dimanfaatkan secara lebih relevan sesuai kebutuhan," pungkas Hendri.
Internet Cepat Buat Apa?
Di panggung MWC 2023, vendor jaringan memang coba menarik partnernya dengan 5G atau update teknologinya. Bahkan di booth Huawei yang digaungkan adalah era 5.5G!
Tentu saja logo yang dipajang tersebut bukan tanpa bukti yang konkret. Dilihat detikINET, sejumlah booth disiapkan untuk memamerkan used case dari teknologi 5.5G ini dalam kehidupan nyata.
Mulai dari untuk kebutuhan Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) dalam sebuah manajemen perkotaan, lalu lintas, industri berskala besar seperti tambang dan migas, hingga diksi sederhana di mana 5,5G diklaim bisa menghasilkan terobosan kecepatan hingga 10 Gbps.
Jika melihat contoh used case di booth-booth tersebut memang menarik. Namun selanjutnya, bagaimana nanti praktik di lapangan? Sebab, ketika operator sudah ketok palu untuk ekspansi jaringan, maka sudah ada tagihan investasi yang harus dikeluarkan.
Nah, pengeluaran investasi VS kemampuan daya beli pasar ini yang masih menjadi soal. Sebab jika tak ada daya beli siapa yang mau membayar tagihan investasi tersebut. Sehingga kembali lagi ditanya kepada diri masing-masing pelanggan, internet cepat buat apa?
Baca juga: Wilayah Maritim RI Mau Cicipi Letupan 5G |
Simak Video "Nokia Kenalkan Logo Baru di MWC 2023"
[Gambas:Video 20detik]
(ash/afr)