Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Mei 2022 menargetkan adanya peningkatan digital ekonomi melalui transformasi digital nasional lebih dari 2 kali lipat, dari USD 70 miliar di 2021 menjadi USD 146 miliar pada 2025. Sementara data pada tahun 2020, digital ekonomi tumbuh dari USD 47 miliar ke tahun 2021 menjadi USD 70 miliar atau naik 49%.
Menyoroti hal ini, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sarwoto Atmosutarno menyampaikan target ini tidak mungkin dicapai tanpa dibarengi infrastruktur bandwidth internet yang memadai.
Berdasarkan data Mastel, tingkat konsumsi bandwidth per device bulan Juli 2022 tercatat lebih sekitar 20GB/bulan/device untuk FBB (Fixed Broadband) dengan tingkat ARPD (Average Revenue per Device) k.l. Rp 18.000/device/bulan. Sementara untuk MBB (Mobile Broadband), jumlahnya tercatat kurang dari 10GB/bulan/device dengan ARPD (User) kurang lebih Rp 36.000/bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari angka di atas jelas menggambarkan akses internet stasioner lebih murah dan lebih banyak volume dikonsumsi daripada akses mobilitas. Masih terbuka ruang bagi FBB, seperti IndiHome dan lainnya dan MBB, seperti Telkomsel, Indosat, XL dan lainnya untuk memperbesar skala bisnisnya sampai ditemukannya keseimbangan menuju titik Fixed Mobile Convergence," ujar Sarwoto dalam keterangan tertulis, Jumat (26/8/2022).
Meski demikian, Sarwoto menyebut kinerja FBB dan MBB tersebut perlu menjadi catatan lantaran masih berada dalam pusaran yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh data yield harga bandwidth internet atau harga bandwidth per GB masih termasuk kategori termurah di dunia (lebih rendah dari USD 0,4/GB). Menurutnya, kondisi tersebut tentu akan berpengaruh kepada sustainability bisnis para penyelenggara jaringan atau operator telcos.
"Target harga layanan bandwidth internet sebesar 0,29% dari PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita sudah saatnya dihitung ulang dalam rangka target ekonomi digital. Jelas sudah saatnya sustainability telcos perlu mendapat dukungan serius dari pemerintah, setelah lebih dari 30 tahun sektor ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Pemerintah sudah tidak mampu lagi sendirian menyediakan bandwidth internet untuk rakyat," lanjutnya.
Pemanfaatan Bandwidth Internet
Terkait pemanfaat bandwith internet, Sarwoto mengungkapkan snapshot total konsumsi bandwidth di IndiHome tercatat lebih dari 30 PB (PetaByte)/bulan. Dari catatan tersebut, tahun ini konsumsi bandwidth internet masih didominasi oleh pemakaian content video 56,2% dan sosial media 28,2% atau total kurang lebih 84%. Data ini menunjukkan pemanfaatan internet lebih mengarah ke perilaku konsumtif daripada produktif.
"Terbukti pemakaian bandwidth untuk akses e-Commerce hanya 2,8%, transport 0,11%, edukasi 0,015%, banking and finance 0,035%, dan konsumsi untuk akses ke e-Government/SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) di bawah 0,001%! Ini jelas secara menyeluruh menunjukkan inefisiensi pemanfaatan bandwidth internet," katanya.
Sarwoto menambahkan konsumsi internet masih murah dan kurang produktif dalam pemanfaatan. Padahal, ekonomi digital ditargetkan tumbuh pesat, bahkan diharapkan naik 25% per tahun sampai dengan tahun 2025.
Klik halaman selanjutnya >>>
Pendekatan Orientasi Pengguna (User Oriented)
Melihat data pemanfaatan bandwidth internet yang masih kurang efisien dan produktif tersebut, Sarwoto menilai hal ini justru menjadi peluang besar untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital. Dalam hal ini, industri dan masyarakat pengguna perlu mengarahkan pemanfaatan bandwidth internet menjadi lebih produktif sehingga pertumbuhan ekonomi digital akan melonjak dan target transformasi digital lebih mudah tercapai.
"Mastel melihat pendekatan orientasi pengguna dengan cara pemanfaatan data perilaku pengguna, customer review, preferensi pelanggan/personalisasi dengan menggunakan data driven dan data science untuk setiap produk dan layanan akan mengalihkan pemanfaatan sosial media dan video content menjadi lebih produktif," paparnya.
Meski demikian, Sarwoto mengatakan pendekatan ini juga wajib dilakukan oleh sektor pemerintahan SPBE sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) publik. Pasalnya, hal ini akan mengubah persepsi masyarakat menjadi positif terhadap layanan SPBE yang ramah, pasti, dan efektif.
Di samping itu, pendekatan ini perlu diimbangi dengan kebijakan yang mendorong konsolidasi telcos, peninjauan kembali beban regulasi, pemanfaatan dan perlindungan data pribadi, digital literacy dan leadership para pemangku kepentingan.
"Sudah saatnya pemerintah serius membangun dedicated bandwidth dan data center/cloudnya dengan memanfaatkan kapasitas nasional yang ada dengan syarat-syarat keamanan tertentu," pungkasnya.