Aturan OTT Global Dinilai Menguntungkan Semua Pihak
Hide Ads

Aturan OTT Global Dinilai Menguntungkan Semua Pihak

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Senin, 08 Feb 2021 21:20 WIB
Lionsgate Play
Foto: Adi Fida Rahman/detikINET
Jakarta -

Aturan untuk penyedia layanan over the top (OTT) global dianggap menguntungkan dan mengakomodasi semua pihak, baik pemerintah maupun pihak penyedia layanan.

Hal ini diutarakan oleh Guntur S. Siboro, Country Head Lionsgate Play Indonesia, yang menyebut aturan di bawah RPP Postelsiar itu bisa mengakomodasi semua stakeholder di industri pos, telekomunikasi, dan penyiaran.

Manfaat untuk pihak penyedia layanan ini menurut Guntur adalah mendapat akses pasar di Indonesia yang besar. Menurutnya, saat sebelumnya memimpin perusahaan OTT streaming asing, 95% pelanggannya didapat dari kerja sama dengan perusahaan penyelenggara jasa atau jaringan telekomunikasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi menurutnya rugi jika OTT asing tak bekerja sama dengan penyelenggara jasa atau jaringan di Indonesia.

"Lionsgate menyambut positif kewajiban kerjasama yang diatur dalam RPP Postelsiar. Lionsgate tidak keberatan jika diwajibkan bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi. Justru kewajiban ini akan berdampak positif terhadap kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat Tanpa diwajibkan Pemerintah, tentunya kami akan bekerjasama dengan penyelenggara jasa atau jaringan telekomunikasi," ujar Guntur.

ADVERTISEMENT

"Karena dari segi bisnis itu sangat menguntungkan bagi kami sebagai OTT asing. Pengalaman saya di perusahaan OTT asing sebelumnya, kerjasama dengan operator telekomunikasi, akan mendongkrak jumlah pelanggan," tambahnya.

Selain akses pasar yang besar, sebagai warga negara Indonesia, Guntur merasa memiliki kewajiban untuk memenuhi kewajibannya, membayar pajak. Penyelenggara operator telekomunikasi yang ada di Indonesia merupakan perusahaan wajib pungut (WAPU).

Sehingga seluruh pajak yang harus dibayarkan oleh OTT asing dapat langsung dipungut oleh penyelenggara jasa dan jaringan telekomunikasi sebagai WAPU yang ditunjuk Kementrian Keuangan.

"Saya ini warga negara Indonesia. Sebenarnya seluruh biaya yang dikenakan ke pelanggan sudah termasuk pajak yang harus dibayarkan ke negara. Seperti PPn dan PPh. Dengan bekerjasama dengan penyelenggara jasa atau jaringan, mereka langsung pungut PPn dan PPh kita. Sehingga perusahaan OTT asing yang beroperasi di Indonesia sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," tutur Guntur.

Guntur juga menilai salah satu pasal yang terdapat di RPP Postelsiar yang menyebutkan penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi berhak melakukan pengelolaan trafik terhadap layanan OTT asing yang berusaha di Indonesia, dinilai Guntur adalah merupakan suatu kewajaran.

Pengaturan bandwidth yang dilakukan penyelenggara jasa atau jaringan telekomunikasi Indonesia terhadap OTT asing ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan layanan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Tidak hanya untuk kepentingan OTT. Guntur mengibaratkan pengaturan yang dilakukan oprator telekomunikasi itu seperti penggelola jalan tol.

"Pengelola jalan tol berhak mengatur seluruh kendaraan yang masuk ke jalannya. Sebab yang memiliki jalan itu bukan pemilik kendaraan. Sehingga penggelola jalan berhak memberikan akses atau tidak memberikan akses kepada pengendara yang tidak membayar jasa jalan tol. Nggak bisa juga penggendara yang tidak mau membayar tarif ngamuk karena tidak bisa masuk tol," ungkap Guntur.

Pengaturan bandwidth yang nanti akan dilakukan oleh operator telekomunikasi dinilai Guntur bukan merupakan langkah diskriminasi terhadap keberadaan OTT asing di Indonesia. Jika OTT asing kerjasama tentu akan mendapatkan jaminan layanan terbaik dari operator telekomunikasi di Indonesia. Jika tidak melakukan kerjasama, mana mungkin bisa mendapatkan jaminan layanan dari operator telekomunikasi di Indonesia.

"OTT asing maupun lokal jangan takut kerjasama dengan operator telekomunikasi di Indonesia. Jumlah operator telekomunikasi di Indonesia banyak. Jika mendapatkan perlakuan diskriminasi, mereka bisa pindah dan melakukan kerjasama dengan operator lainnya. Itu namanya indahnya kompetisi yang sehat di industri telekomunikasi Indonesia. Kalau semua sama rata dan sama rasa itu bukan kompetisi ," tutup Guntur.




(asj/asj)