Kualitas Layanan Seluler Harus Jadi Pertimbangan untuk Belajar Online
Hide Ads

Kualitas Layanan Seluler Harus Jadi Pertimbangan untuk Belajar Online

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Jumat, 28 Agu 2020 22:07 WIB
Para siswa dengan keterbatasan paket data internet belajar di Posyandu. Posyandu ini menyediakan akses WiFi gratis untuk belajar yang difasilitasi Pemkot Tangerang.
Ilustrasi belajar online (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia sudah memperbolehkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler dipergunakan untuk membeli pulsa atau kuota data guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Langkah tersebut dinilai positif oleh Dr Ridwan Effendi, M.Ed., peneliti dan dosen Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB). Utamanya karena pandemi Corona yang belum berakhir.

Lanjut Ridwan, untuk mendukung program pelaksanaan pembelajaran dari rumah, idealnya menggunakan jaringan fixed broadband, karena internet fixed broadband akan jauh lebih andal dan stabil dibandingkan wireless.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun karena penetrasi fixed broadband masih terbatas, maka wireless yang menjadi tumpuan pemerintah dalam program pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Oleh sebab itu saya meminta kepada Kemenkominfo untuk dapat memanfaatkan dana USO untuk menggelar fiber optik ke seluruh wilayah Indonesia. Agar seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmati broadband yang handal," ujar Ridwan.

Untuk dapat menjalankan program pembelajaran dari rumah, menurut Ridwan, Kemendikbud atau Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten Kota harus menentukan kebutuhan kuota yang diperlukan untuk kegiatan belajar mengajar.

ADVERTISEMENT

Dari pengalaman yang dimiliki Ridwan, untuk sekali melakukan pengajaran daring dengan durasi 1 jam dibutuhkan setidaknya kuota data 200 MB. Jika satu hari ada 7 jam pelajaran, maka setidaknya dalam satu hari dibutuhkan kuota internet 1,4 GB.

Selain harus mempertimbangkan jumlah kuota yang dibutuhkan, kapasitas dan kekuatan sinyal operator juga harus menjadi pertimbangan penting Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah. Sehingga menurut Ridwan harga yang murah bukan jaminan kelancaran proses belajar mengajar secara daring.

Ditambahkannya, saat ini sinyal dan kapasitas operator selular dalam memberikan layanan telekomunikasi tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Khususnya dalam memberikan layanan di daerah pinggiran kota yang tak banyak penduduknya, tidak menguntungkan, serta wilayah Tertinggal, Terluar dan Terdepan (3T).

"Di Jakarta mungkin sinyal seluruh operator telekomunikasi tersedia dengan kapasitas yang hampir seragam. Namun di daerah non perkotaan dan tidak memiliki banyak penduduk, sinyal dan kapasitas operator sangat minim. Bahkan ada operator yang hanya memiliki satu BTS di satu wilayah kecamatan, sehingga membuat sinyal dan kapasitas layanan broadbandnya terbatas," terang Ridwan.

Agar peserta didik nyaman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, idealnya speed yang diberikan ke pelanggan minimal 1,5 Mbps. Karena untuk melakukan pendidikan jarak jauh dengan menggunakan Zoom, Google Meet, atau layanan tele conference lainnya membutuhkan bandwidth yang besar.

Selain bandwidth yang besar, kekuatan sinyal juga harus dimiliki oleh operator agar dapat mendukung proses kegiatan belajar. Sinyal yang didapat pun setidaknya harus tiga bar agar koneksinya tetap terjaga.

Jika operator hanya memiliki satu BTS dalam satu wilayah tentu, menurut Ridwan akan mustahil masyarakat mendapatkan kenyamanan dalam proses belajar mengajar. Pasti sinyal tak akan stabil dan speed yang didapatkan mungkin tak akan mencapai 1 Mbps.

Dengan kondisi tersebut, tidak akan mungkin operator melayani peserta didik untuk program belajar dari rumah. Peserta didik hanya akan mendapatkan kualitas video yang buruk dan buffering.

"Kalau operator telekomunikasi mau memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didik, mereka harus meng-upgrade kapasitas dan kualitas di daerah tersebut. Sehingga Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di Daerah harus bisa memilih serta merekomendasikan operator yang dapat memberikan layanan terbaik. Saat ini baru terlihat pentingnya komitmen pembangunan, sehingga operator yang selama ini memiliki komitmen pembangunan yang tinggi lah yang akan dipilih masyarakat. Sementara operator yang mengelak komitmen pembangunan akan tertinggal," jelasnya.

Agar tak salah pilih, menurut Ridwan sebaiknya Kemendikbud dan Dinas Pendidikan bermitra dengan Kominfo untuk mendapat informasi mengenai kualitas layanan operator selular di berbagai daerah.

Pasalnya, Direktorat Penggendalian Pos dan Informatika memang mendapat laporan berkala mengenai sebaran sinyal dan kualitas layanan operator. Atau alternatifnya, bisa juga Kemendikbud dan Dinas Pendidikan bermitra dengan perusahaan seperti Open Signal yang mempunyai data sejenis.

Sebagai informasi, Open Signal dalam laporan Pengalaman Jaringan Seluler di Juli 2020 lalu menyebut Telkomsel mempunyai skor tertinggi untuk Pengalaman Video, dengan skor 62,9 dari 100.

Anak usaha PT. Telkom Tbk, ini juga masih memegang skor tertinggi yaitu 78,4, untuk Pengalaman Aplikasi Suara melalui layanan Over-The-Top (OTT) dalam aplikasi seperti WhatsApp, Facebook Messenger, atau Skype.

Untuk kecepatan unduhan dan unggahan, Telkomsel juga masih menjadi operator terbaik versi Open Signal. Kecepatan unduh Telkomsel rata-rata 14,8 Mbps. Sedangkan kecepatan unggah Telkomsel mencapai 5,1 Mbps.

Halaman 2 dari 2
(asj/fay)