Mengingat Lagi MPLIK, Mobil Internet Milik Kominfo yang Mangkrak
Hide Ads

Mengingat Lagi MPLIK, Mobil Internet Milik Kominfo yang Mangkrak

Tim - detikInet
Rabu, 12 Agu 2020 13:54 WIB
Mobil Internet Kecamatan (MPLIK) Kominfo
Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) Foto: detikINET/Ardhi Suryadi
Jakarta -

Kebutuhan koneksi internet meningkat drastis saat pandemi Corona untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Saat inilah sebenarnya masyarakat butuh adanya mobil internet. Namun program ini terlupakan.

Masalah kesulitan belajar online, jika dilihat ke belakang, seharusnya bisa berkurang jika program Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bisa beroperasi.

Namun nyatanya, implementasi program tersebut tak semudah itu, yang membuat armada MPLIK kini terbengkalai, berkarat, dan nyaris tak terdengar lagi. MPLIK diluncurkan Kominfo pada 2010, sebagai bagian dari program layanan USO, yang menghadirkan layanan dasar (voice) sampai layanan data (internet).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tujuan program MPLIK ini adalah menjangkau daerah kecamatan yang tak terjangkau fasilitas internet dan mempercepat pemerataan akses telekomunikasi dan informasi, utamanya di daerah terpencil dan tertinggal.

Meski diluncurkan pada 2010, MPLIK sendiri baru beroperasi pada 2011, dengan model bisnis berupa beli jasa. Kominfo membayar jasa vendor sesuai Service Level Agreement (SLA) berdasarkan kontrak beli jasa, sementara pengadaannya dilakukan oleh operator.

ADVERTISEMENT

Dana untuk program MPLIK ini berasal dari dana universal service obligation (USO), yang merupakan sumbangan dari pelaku usaha di sektor telekomunikasi, yaitu 1,25 persen dari pendapatan kotor operator telekomunikasi.

Dalam catatan detikINET, proyek MPLIK yang dimulai pada era Menkominfo Tifatul Sembiring ini memiliki nilai proyek Rp 1,4 triliun dengan skema sewa 4 tahun yang terdiri dari 1.907 unit oleh tujuh perusahaan pemenang tender, yakni Telkom, Lintasarta, Jogja Digital, Multidata, WIN, Radnet, dan RMI.

Namun ternyata setelah Program MPLIK berjalan kurang lebih 3 tahun, dilakukan evaluasi bersama dengan Komisi I DPR RI. Dalam rapat evaluasi dengan Komisi I DPR RI, diputuskan bahwa program ini dihentikan terhitung sejak 31 Desember 2014.

Penghentian Program MPLIK ini telah menimbulkan persoalan antara para pihak yang terlibat dalam proyek ini termasuk masalah utang piutang. Masalah utang piutang ini juga terjadi pada pemenang salah satu tender, yakni PT Lintasarta. Dimana puluhan armada MPLIK yang menjadi asetnya ditemukan terbengkalai sampai karatan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

"Upaya penyelesaian perhitungan utang/piutang antara Kominfo dengan para penyedia jasa yaitu PT Aplikanusa Lintasarta dilakukan melalui forum arbitrase sesuai dengan kontrak USO yaitu di BANI Arbitration Center dan berdasar putusan BANI maka Kominfo cq BP3TI telah diperintahkan membayar prestasi kerja MPLIK PT. Aplikanusa Lintasarta sampai dengan 31 Desember 2014," jelas Ismail dalam keterangannya yang dikutip detikINET, Senin 23 Mei 2016 silam.

Status upaya penyelesaian program USO melalui BANI Arbitration Center sejak tahun 2014 hingga tahun 2016 adalah telah diselesaikannya 47 sengketa kontrak USO yang memiliki kekuatan hukum tetap sehingga dapat dilakukan pembayaran oleh Kemenkominfo cq BP3TI.

"Dan sementara ini ada 33 kontrak USO yang masih dalam proses persidangan untuk diperolehnya putusan di BANI Arbitration Center, serta hanya tinggal 12 kontrak USO yang belum diajukan proses penyelesaian sengketanya," lanjutnya.

Sudah Piutang, Korupsi Pula


Tak cuma masalah utang piutang, program MPLIK ini pun punya rekam jejak negatif lain, yaitu terendusnya tindak korupsi yang dilakukan pejabat Kominfo.

Kala itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka untuk kasus pengadaan dalam proyek Penyedia Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) pada tahun 2013 lalu.

Pejabat Kominfo yang dimaksud adalah Kepala Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika berinisial 'S'. Kejagung juga menetapkan status tersangka kepada pihak perusahaan rekanan berinisial 'DNA', yang merupakan direktur dari PT Multi Data Rencana Prima.

Pengadaan yang disidik Kejagung adalah pengadaan mobil internet paket VI (Provinsi Sumatera Selatan) senilai Rp 81,4 miliar dan paket VII (Jawa Barat dan Banten) sebesar Rp 64,1 miliar. Sedangkan untuk modus korupsinya terkait dengan spesifikasi teknis dan operasional penyelenggaraan yang diduga tidak sesuai dengan dokumen kontrak.

Kala itu, tim penyidik melakukan penggeledahan dan penyitaan pada beberapa lokasi. Penggeledahan ini berdasarkan surat perintah no print-37/F.2/Fd.1/07/2013 dan Surat Perintah penyitaan/penitipan no print-38/F.2/Fd.1/07/2013 tanggal 17 Juli 2013 yang dilakukan di tiga tempat.

Pertama, di kantor Kominfo Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika BP3TI di menara Ravindo Lt 5 Jl Kebon Sirih No. 75 Jakarta Pusat, lokasi ke dua yakni kantor BP3TI di Wisma Kodel Lt 6 Jl HR Rasuna Said Kav B-4 Kuningan Jakarta Selatan. Dan Ketiga kantor PT Multidata Rancana Prima di Raudha Building Jl Terusan HR Rasuna Said No. 21 Jakarta Selatan.

Kejagung menyita beberapa dokumen surat-surat yang dianggap perlu dari beberapa instansi dan perusahaan yang terkait dalam penggeledahan tersebut. Hanya saja sampai saat ini, kelanjutan kasus tersebut masih belum diketahui pula akhirnya.