Malaysia Selidiki Kebocoran 46 Juta Data Pengguna Ponsel
Hide Ads

Malaysia Selidiki Kebocoran 46 Juta Data Pengguna Ponsel

Muhamad Imron Rosyadi - detikInet
Kamis, 02 Nov 2017 17:36 WIB
Ilustrasi. Foto: Muhammad Ridho
Jakarta - Masyarakat Malaysia dikabarkan terkena dampak kebocoran informasi pelanggan seluler yang disebut terbesar di Asia.

Hal tersebut pertama kali diberitakan oleh situs Lowyat.net pada bulan lalu. Mereka mengklaim menerima petunjuk terkait seseorang yang mencoba menjual database besar berisi informasi pribadi dalam forum di internet.

"Kami sudah mewanti-wanti perusahaan telekomunikasi untuk waspada, dan mulai mengganti seluruh SIM card konsumen yang terkena dampak, terlebih bagi mereka yang belum pernah update SIM card sejak 2014," tulis Lowyat.net yang mengklaim serangan tersebut sudah mulai berlangsung sejak Mei 2014.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Malaysian Communication and Multimedia Commission (MCMC) tengah melakukan kerja sama dengan polisi untuk mengusut kasus tersebut sebagaimana disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Multimedia Malaysia, Salleh Said Keruak.

"Kami telah mengidentifikasi beberapa sumber yang berpotensi terkait terhadap kebocoran tersebut, dan kami berusaha untuk menyelesaikan penyelidikan secepatnya," katanya menambahkan, seperti dilansir detikINET dari Reuters pada Kamis (2/11/2017).

COO MCMC, Mazlan Ismail, mengatakan bahwa mereka telah bertemu dengan perusahaan telekomunikasi lokal untuk bekerja sama melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Hal tersebut pun disetujui oleh beberapa pemain besar, seperti Maxis, Celcom, dan DiGi.

Kebocoran data mencakup informasi seperti daftar nomor telepon seluler, nomor kartu identitas, alamat rumah, serta data 46,2 juta SIM card konsumen dari, sedikitnya, 12 operator di Malaysia.

Data yang dimaksud salah satunya mencakup informasi mengenai rekaman medis milik 80.000 orang dari beberapa lembaga, seperti Malaysian Medical Council, Malaysian Medical Association, dan Malaysian Dental Association.

Peneliti keamanan siber mengatakan bahwa hal tersebut sangat berpotensi untuk menciptakan aksi kriminal lanjutan, seperti membuat identitas palsu untuk membeli barang secara online.

Justin Lie, CEO Cashshield, perusahaan anti penipuan asal Singapura, mengatakan kasus ini sebanding dengan serangan siber yang dialami Equifax, badan perkreditan Amerika Serikat, dalam hal kompleksitas. Equifax mengalami pencurian data dan beberapa informasi yang sensitif terhadap 145,5 juta orang September lalu.

Menurut peneliti keamanan siber asal Singapura, database informasi yang bocor tersebut sudah mulai dijual di beberapa 'forum gelap' dengan harga 1 bitcoin, yang setara dengan USD 6.500, atau sekitar Rp 88 Juta.

Lalu, terdapat satu orang yang mengunggah sebuah tautan bagi setiap orang untuk mengunduhnya secara gratis. Diperkirakan, paling tidak sudah sepuluh orang yang mengunduh data tersebut melalui sebuah forum di dalam 'dark web' sebelum tautan tersebut dicabut.

Populasi Malaysia sendiri berkisar di angka 32 Juta, namun banyak yang menggunakan lebih dari satu kartu perdana. Jumlah yang terkena dampaknya pun ditengarai sudah termasuk nomor yang sudah tidak aktif serta nomor sementara dari para warga negara asing. (fyk/fyk)