"Kami menyayangkan rencana tersebut. Ini lebih ke konsistensi dan strategi kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri, apakah mengarah lebih sebagai konsumen atau produsen, Indonesia sebagai target pasar atau pemain," sesal Ketua Umum Aspiluki Djarot Subiantoro saat berbincang dengan detikINET di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Menurutnya, jika wacana tersebut direalisasikan, pengusaha menjadi mesti lebih berhati-hati dalam berinvestasi dan membaca kebijakan pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Aspiluki sudah beberapa kali berkomunikasi dengan pemerintah dan belum tahu juga penyebab keinginan merevisi PP PSTE.
Kabarnya, ada keberatan beberapa pihak asing karena biaya mereka meningkat dan lainnya. Sementara dari pelaku pasar asing yang lain sudah banyak yang setuju dan bahkan telah menyesuaikan terutama di industri keuangan.
"Hal yang harus dipahami, data center itu dalam industri berperan sebagai hub, dimana produk dan layanan turunannya akan tumbuh di sekelilingnya mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia, regulasi, dan pemanfaatan," kata Djarot.
"Kalau di luar tetap bisa berkembang namun terbatas pada konten atau dikenal sebagai OTT (Over The Top). Security, data management dan lainnya di luar. Ke depan, data adalah dolar AS, dengan data center di luar, potensi Big Data kita juga di luar," ujarnya lirih.
Masih menurutnya, wacana yang digulirkan Menkominfo Rudiantara dengan menyatakan, yang penting kontrol tetap di Indonesia walau fisik data center ada di luar negeri adalah kondisi ideal stage.
"Kalau bicara ideal stage, yang beliau katakan tidak salah, namun kondisi riil, kemampuan audit kita, regulasi kita apakah sudah menunjang?
"Kalau terjadi fraud dan data center kita di negara asing apakah negara yang bersangkutan sudah ada perjanjian bilateral dengan negara kita?
"Kalau disimulasikan masih diperlukan kebijakan antara agar Indonesia tak hanya menjadi konsumen yang tak berdaya apabila terjadi kesalahan," tutupnya.
Sebelumnya, Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) juga mengkritik pola pikir dari Rudiantara yang terlalu lembut soal kewajiban penempatan data center di Indonesia.
Bagi IDPRO, isu penempatan data center di Indonesia seperti yang dituangkan dalam PP PSTE mewakili isu kedaulatan data, ketahanan informasi (information resilience), keamanan data publik, penegakan hukum di era digital, dan tentunya kepentingan industri nasional.
Menkominfo sendiri telah mengeluarkan sinyal akan merevisi PP PSTE karena dianggap tak sesuai dengan tren industri, terutama masalah kewajiban bagi perusahaan asing untuk membangun data center di Indonesia. Rencana ini juga telah disampaikan Rudiantara kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Saya sudah bicara dengan OJK. Kebijakan pemerintah itu sudah di-review, tujuannya agar Indonesia bisa lebih kompetitif di lanskap internasional," kata menteri yang akrab disapa Chief RA itu.
Menurutnya, teknologi cloud computing memungkinkan data center ditempatkan di mana saja. Hal yang penting adalah user ID dan password ada di tangan Indonesia.
"Saya tidak bilang wajib (membangun data center di Indonesia), itu bagian dari review. Masih ada teknologi cloud computing. Kalau disuruh pilih, mending punya perangkat di sini tetapi bengong atau kita dapat user ID dan password?" ucap menteri belum lama ini usai rapat dengan Komisi I DPR RI. (rou/ash)