Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Ini Potensi Batu Sandungan Network Sharing

Ini Potensi Batu Sandungan Network Sharing


Achmad Rouzni Noor II - detikInet

Foto: detikINET/Achmad Rouzni Noor II
Jakarta - Sebelum kebijakan network sharing resmi diimplementasikan, pemerintah diminta terlebih dahulu memperhatikan beberapa masalah yang bisa menjadi batu sandungan di kemudian hari.

Menurut Marsekal Pertama Prakoso, Wakil Ketua Desk Ketahanan dan Keamanan Cyber Nasional Kemenkopolhukam, pemerintah seharusnya membuat terlebih dahulu cetak biru (blue print) pengembangan industri telekomunikasi di Indonesia.

"Tujuannya agar efisiensi yang dicita-citakan di industri telekomunikasi dapat tercapai," ujarnya kepada detikINET, Senin (19/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, selain regulator belum memiliki blue print pengembangan industri telekomunikasi di Indonesia, sampai saat ini belum ada kajian teknis yang terpublikasikan dari regulator tentang penjelasan network sharing yang bersifat aktif maupun pasif memenuhi standar keamanan dan ketahanan informasi.

"Kajian teknis tersebut menurut saya sangat penting sebagai bentuk akuntabilitas publik," ujar Marsekal Prakoso lebih lanjut.

Sedangkan ahli ilmu perundang-undangan, Sony Maulana Sikumbang mengatakan, di dalam UU No. 36/1999 dan PP No. 52/2000, secara implisit melarang penyelenggara jaringan telekomunikasi untuk menyewa jaringan telekomunikasi yang dimiliki oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.

"Jadi network sharing hanya dimungkinkan antara penyelenggara jasa dan penyelenggara jaringan. Bukan antar-penyelenggara jaringan telekomunikasi," terang Sony dalam diskusi di Kampus UI Salemba, Jakarta.


Jika ingin menerapkan network sharing, Sony menyarankan agar pemerintah mau mengubah UU telekomunikasi yang ada. Menurutnya, UU telekomunikasi yang ada sudah tidak bisa mengakomodasi lagi kebutuhan industri telekomunikasi.

Menurut Sony, jika pemerintah mengubah perundang-undangan menempuh cara tambal-sulam, maka kepentingan nasional seperti anti-monopoli dan persaingan usaha tidak sehat akan terabaikan.

"Mengubah UU bisa dilakukan dengan berbagai cara. Cara taktis adalah melakukan judicial review di Mahkamah Agung," tegasnya.

Sementara menurut Fahmy Radhi, Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM mengatakan, pemerintah harus berhari-hati dalam menetapkan kebijakan network sharing.

"Sebelum menerapkan network sharing, seharusnya pemerintah terlebih dahulu bisa menciptakan mature network yang mampu menjangkau konsumen di seluruh wilayah di suatu negara," cetus Fahmy.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga harus membuat gap kepemilikan jaringan antaroperator menjadi rendah (low coverage gap). Kunci keberhasilan dari network sharing selanjutnya adalah tidak ada operator yang dominan.

Jika network sharing ini benar-benar dipaksakan, Fahmy meminta agar pemerintah mau membuat regulasi yang bisa memaksa seluruh operator penyelenggara jaringan telekomunikasi untuk membangun jaringan di daerah terpencil dan perbatasan yang terbilang tidak menguntungkan.

Selain adanya aturan mengenai kewajiban operator untuk membangun di daerah terpencil dan perbatasan, Fahmy mengatakan bahwa pemerintah juga harus memberikan kompensasi yang sesuai bagi pemilik jaringan telekomunikasi yang telah terlebih dahulu membangun di daerah tersebut.

"Seharusnya ada regulasi tambahan yang bisa memaksa operator telekomunikasi untuk membangun jaringan dan pemberian kopensasi yang sesuai. Tujuannya agar mengurangi dampak mandeknya pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil," jelasnya.

"Intinya, pemerintah selaku regulator harus menjamin tidak ada operator yang dirugikan," pungkas Fahmy. (rou/rou)







Hide Ads
LIVE