Secara industri, pasar pengguna internet via satelit diperkirakan masih bisa mencapai 30 juta penduduk. Mereka ini para warga yang masih terisolasi telekomunikasi dan tinggal di daerah remote area dan pedesaan terpencil.
Dari angka itu diperkirakan ada kebutuhan sekitar 250 transponder untuk melayani internet satelit yang disalurkan melalui very small aperture terminal (VSAT).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat pasar yang masih potensial, apalagi ia mengira, dari 30 juta penduduk itu 40% di antaranya mau menggunakan internet via satelit, maka Telkom pun semakin agresif menggarap pasar satelit tersebut.
Namun demikian, ia pun coba realistis, dengan target tak muluk-muluk. Telkom hanya menargetkan bisa meraih dua juta pelanggan dalam kurun waktu lima tahun.
"Perhitungannya adalah rumah di Indonesia mencapai lebih dari 50 juta. Sekitar 20 juta mendapatkan akses fixed broadband. Masih ada 30 juta rumah tidak memiliki akses ke fixed broadband. Maka dari itu satelit masih memiliki peluang yang cukup besar. Dan target 2 juta dalam kurun waktu lima tahun sudah cukup agresif," ujarnya saat ditemui detikINET di Kaffeine, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Teguh mengungkapkan angka tersebut sudah cukup agresif mengingat dari 30 juta rumah tersebut hanya sekitar 40% yang membutuhkan Internet. Sedangkan untuk tahun pertama, pihaknya menargetkan 5.000-10.000 rumah.
Di samping itu, 30 juta pasar yang belum digarap ini memang bisa dijadikan pasar baru oleh mobile broadband. Namun, kekurangannya adalah mobile broadband di daerah terpencar membuat BTS lebih mahal. Sehingga, satelit masih menjadi pasar yang menggiurkan.
Teguh menjelaskan, secara industri, pasar satelit masih fokus kepada sektor telekomunikasi yang menjadi pelanggan terbesar. Sedangkan ke depannya, perkembangan industri ini akan lebih mengarah kepada penggunaan data.
"Maka kami akan terus kembangkan ke data," tambahnya.
Bisnis satelit walaupun nilainya menggiurkan, tetapi kendala yang dihadapi pun tidak mudah. Teguh melihat ada dua kendala yang dihadapi pelaku industri satelit.
Pertama, pihaknya memang sudah menyediakan kapasitas untuk 100.000 rumah dalam kurun waktu dua tahun, tetapi masih harus menunggu demand nya. Kedua, perangkat modem yang cukup besar.
"Tetapi untuk kendala ini, ke depannya kami akan bekerjasama dengan beberapa pihak yang menggunakan teknologi lebih modern sehingga dari perangkat pun bisa lebih kecil dengan kapasitas dan kemampuan yang lebih," paparnya.
Ketua Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI) Dani Indra mengungkapkan berdasarkan data 2015, demand 250 transponder. Namun, industri satelit ini diprediksi akan melambat sekitar 3%-5% hingga 2010.
"Berdasarkan data 2015, demand sekitar 250 transponder. Pertumbuhan industri agak melambat 3%-5% diprediksi berlangsung hingga 2020. Kapasitas satelit Indonesia sendiri 100 transponder dan sisanya menggunakan satelit regional," ujarnya.
Namun, menghadapi kekurangan tersebut, Dani mengungkapkan tahun ini akan ada peluncuran dua satelit terbaru yakni BRISat dengan 45 transponder dan Telkom 3S dengan 49 transponder.
Melihat potensi tersebut, Telkom meluncurkan layanan MangoSTAR yang akan menyasar segmentasi usaha kecil dan menengah (UKM), khususnya yang ada di daerah remote area dan haus akan koneksi internet.
Direktur Enterprise & Business Service Telkom Muhamad Awaluddin layanan ini diharapkan dapat menjadi solusi akses Internet berbasis teknologi satelit VSAT.
"Kami kemas layanan untuk UKM di daerah yang kesulitan dalam penarikan akses jaringan fisik seperti tembaga atau fiber optik," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Secara teknologi, penyediaan akses Internet dapat melalui Cooper ADSL atau serat optic (Fiber to the Home/FTTH), radio akses, dan VSAT. Jaringan Cooper (FTTH) dan radio akses menjadi andalah operator di perkotaan.
"Tetapi untuk di remote area, VSAT menjadi andalan karena terkendala pembangunan jaringan," pungkas Awaluddin. (rou/yud)