Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Hitung Ulang Tarif Interkoneksi Harus Adil!

Hitung Ulang Tarif Interkoneksi Harus Adil!


Achmad Rouzni Noor II - detikInet

Foto: GettyImages
Jakarta - Molornya penghitungan ulang tarif interkoneksi yang dilakukan regulator memicu silang pendapat antara operator. Lantas sebaiknya, seperti apa skema yang tepat?

Seperti diketahui, jika sesuai jadwal, tarif baru interkoneksi untuk percakapan suara lintas operator (off-net) seharusnya sudah terbit akhir tahun 2015 lalu.

Namun karena belum ada titik temu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara meminta agar kembali dihitung ulang agar ada penurunan yang signifikan. Minimal turun 10% jika sesuai hitung-hitungan analis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biaya interkoneksi sendiri adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Biaya ini salah satu komponen dalam menentukan tarif ritel selain margin, biaya pemasaran, dan lainnya.

Metode perhitungan tarif interkoneksi dengan Long Run Incremental Cost (LRIC) menggunakan data dari operator dominan.

Jika mengacu kepada Peraturan Menkominfo No. 8/2006, definisi operator dominan adalah yang menguasai pangsa pasar atau pendapatan 25%Β  dari segmentasi pasar tertentu.

Hitung ulang biaya interkoneksi yang fenomenal pada 2009 dimana terjadi penurunan sekitar 20%-40% ke tarif ritel. Sementara untuk hitung ulang pada 2011 tidakΒ  memberikan dampak signifikan keΒ  tarif ritel karena hanya terjadi penurunan sekitar 6%.

Pada 2011, pemerintah dibantu oleh konsultan Tritech untuk perhitungan. Untuk hitung ulang terbaru, konsultan ini tetap dipakai jasanya. Sementara pada 2009 menggunakan jasa Ovum.

Untuk memahami lebih detail apa itu interkoneksi dan bagaimana skema yang tepat dari sudut pandang yang berbeda, detikINET pun coba mewawancarai Ian Yosef, Ketua Program Studi Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung.

Dalam perbincangan tentang interkoneksi ini, Ian yang juga tercatat sebagai anggota Center for Telecommunication Policy and Regulatory, coba menjelaskan secara detail agar tak ada keputusan yang salah diambil.

Menurut pemaparannya, interkoneksi adalah kewajiban bagi semua operator untuk menjamin hakΒ  pelanggan untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain di seluruh wilayah Indonesia.

Tarif interkoneksi sendiri dalam pandangannya adalah biaya penggunaan jaringan operator tujuan yang harus dibayarkan oleh operator asal sebagai akibat panggilan lintas operator yang dilakukan oleh pelanggan (panggilan off-net).

"Tarif interkoneksi berdasarkan white paper pemerintah yang kami cermati adalah berbasis biaya yang dilandasi oleh UU 36/1999 telekomunikasi, PP 52/2000 mengenai telekomunikasi, di mana pemerintah yang melakukan perhitungan tarif interkoneksi ini dan operator hanya menyediakan data-data yang dibutuhkan dalam proses perhitungan," jelasnya.

Formula Perhitungan biaya interkoneksi kemudian katanya ditetapkan oleh pemerintah, dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.

Selanjutnya, hasil perhitungan akan disetujui oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Hal ini untuk mencegah operator tujuan memberlakukan tarif interkoneksi yang tinggi yang tidak sesuai dengan biaya investasi jaringannya

Untuk besaran tarif interkoneksi atau biaya interkoneksi kepada operator lain, menurut Ian, dipengaruhi oleh hasil perhitungan biaya jaringan operator tujuan.

Biaya jaringan operator tujuan juga ditentukan oleh biaya investasi penggelaran jaringan operator tujuan. Biaya investasi ini dipengaruhi oleh coverage, trafik yang disalurkan dan utilisasi jaringan.

Semakin besar wilayah layanan operator maka semakin tinggi investasi per menit panggilan. Biaya ini akan lebih tinggi lagi apabila operator menggelar jaringan ke perdesaan.

Sementara untuk tarif retail panggilan off-net adalah tarif yang dibebankan oleh operator asal ke pelanggannya akibat melakukan panggilan lintas operator.

"Saat ini tarif retail panggilan off-net bervariasi berkisar Rp 1.500-an per menit dan biaya interkoneksi yang dibayarkan operator asal kepada operator tujuan sebesar Rp 250 per menit. Sehingga keuntungan yang diperoleh minimal Rp 1.000 setelah dikurangi biaya jaringan operator asal yang melakukan panggilan," paparnya.

Dari apa yang telah disampaikan oleh Ian, ada beberapa hal yang ia simpulkan. Berikut adalah isi penjelasannya yang ia paparkan panjang lebar melalui surat elektronik, Senin (21/3/2016):

1. Biaya jaringan operator akan berbeda-beda karena adanya perbedaan coverage, biaya investasi dan utilisasi. Jadi apabila hasil perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan Pemerintah berbeda-bedaΒ  merupakan suatu hal yang wajar, karena akan sesuai dengan biaya penyelenggaran masing-masing operator akibat adanya perbedaan cakupan wilayah layanan operator dan utilisasi masing-masing operator.

2. Maka pemberlakuan tarif interkoneksi yang berbeda-beda adalah suatu keniscayaan yang berkeadilan karenaΒ Β  dengan demikian demi kepentingan pelanggan dalam interkoneksi tidak ada operator yang dirugikan maupun diuntungkan.

3. Pemberlakuan satu tarif interkoneksi untuk semua operator justru dapat mengakibatkan keuntungan disatu operator dan kerugian di operator lain. Padahal menurut Undang-undang, interkoneksi adalah kewajiban operator dan tidak digunakan sebagai peluang bisnis bagi operator. Tarif interkoneksi sesuai dengan benchmark yang kami peroleh disesuaikan dengan biaya actual investasi masing-masing operator sehingga tidak ada yang dirugikan maupun diuntungkan.

4. Tarif interkoneksi memang mempengaruhi besaran tarif retail yang dibebankan kepelanggan yang melakukan panggilan lintas operator. Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan (biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500).

Sehingga semestinya kenaikan ataupun penurunan tarif interkoneksi tidak perlu menjadi polemik, karena kenaikan atau penurunan tarif interkoneksi hingga 100% pun tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh operator karena panggilan lintas operator yang dilakukan pelanggannya.

5. Kami sangat mendukung langkah Pemerintah berusaha menurunkan tarif retail lintas operator, namun demi kesinambungan industri biaya interkoneksi sebaiknya disesuaikan dengan biaya investasi masing-masing operator.

Dengan demikian sesuai dengan pernyataan BRTI bahwa hasil perhitungan biaya interkoneksi yang berbeda-beda tidak dapat diimplementasikan justru dapat memicu ketidakadilan dalam industri karena akan ada operator yang diuntungkan apabila biaya actual investasi jaringan lebih rendah daripada biaya interkoneksi yang diperoleh dari operator lain. Sebaliknya operator akan dirugikan apabila tarif interkoneksi yang diimplementasikan dibawah biaya jaringan operator tersebut.

6.Sesuai dengan pernyataan Menkominfo di media bahwa perbandingan tarif retail off-net (panggilan lintas operator) dan on-net (panggilan di operator yang sama) maksimal tiga kali, dan tarif retail off-net dikisaran Rp 1.000. Kami menyarankan bahwa rencana kebijakan ini perlu dicermati lebih lanjut, karena kebijakan ini bila diberlakukan dikhawatirkan akan merugikan pelanggan karena tidak dapat lagi menikmati tarif yang murah di layanan on-net karena adanya perbandingan tetap ini. Kami memandang bahwa penurunan tarif retail off-net yang dirasakan masyarakat dapat mengurangi churn rate dan kepemilikan SIM card lebih dari satu operator di sisi pelanggan sehingga tercipta efisiensi industri.

7.Regulasi yang ketat dibidang tarif retail dan keinginan Pemerintah untuk menurunkan tarif interkoneksi secara signifikan, jangan sampai membuat operator berkurang kemampuannya untuk membangun jaringan ke daerah baru dan memperbaiki kualitas layanannya yang hanya bisa dicapai apabila kebijakan tersebut betul-betul berdasarkan biaya masing-masing operator.Β  Β 

8.Sesuai dengan apa yang saya baca di media bahwa penurunan tarif interkoneksi harus signifikan agar sesuai dengan kondisi saat ini dan sesuai keseimbangan industri tidak relevan karena seharusnya kenaikan atau penurunan tarif interkoneksi itu harus disesuaikan dengan kondisi biaya investasi masing-masing operator yang harusnya tercermin dari hasil perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan pemerintah. (rou/ash)
TAGS







Hide Ads