Jika sesuai jadwal, skema penghitungan tarif baru interkoneksi untuk percakapan suara lintas operator (off-net) seharusnya sudah terbit akhir tahun 2015 lalu.
Namun karena belum ada titik temu, Rudiantara pun meminta agar kembali dihitung ulang agar ada penurunan yang signifikan. Minimal turun 10% katanya jika sesuai hitung-hitungan analis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditemui detikINET di berbagai kesempatan, para bos operator ini pun ikut menyuarakan keinginannya. Salah satunya Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys. Ia memprediksi, jika penurunan tarif interkoneksi hanya 10%, maka tarif ritel juga turun sejajar.
"Tak mungkin lebih dari 10% untuk tarif ritel turunnya. Kita harapkan penurunannya signifikan sesuai filosofi Pak Menkominfo, yakni perbedaan antara panggilan Onnet dan Offnet itu tak terlalu jauh. Minimal bedanya dua kali lipat atau tiga kali lipat," paparnya.
Dikatakannya, sejauh belum ada keputusan dari regulator, maka tarik menarik antara pihak yang menginginkan penurunan drastis dan gradual tetap terjadi. "Perjuangannya sampai tinta mengering. Jadi, lihat saja nanti waktu diumumkan," katanya lebih lanjut.
Sementara Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia, Muhammad Danny Buldansyah mengaku memiliki perhitungan dengan menggunakan skema LRIC bagi perusahaan.
"Itu kalau hitungan kami bisa turun 50%. Logikanya, jika pemain kecil seperti kami yang belanja infrastruktur saja turun 50%, pemain dominan yang belanja lebih banyak tentu lebih murah dong," tuturnya.
Ia menambahkan, seandainya pemerintah memutuskan penurunan hanya sebesar 10%, ada jalan keluar yang bisa dilakukan operator untuk menurunkan tarif ritel yakni negosiasi Business to business (B2B).
"Tarif interkoneksi itu kan rujukan, kalau B2B sepakat di bawah atau di atas Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) boleh dong. Nanti mainnya di volume. Asalkan nanti di tarif ritel tak seragam," tukasnya.
Sedangkan, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengingatkan penurunan tarif Interkoneksi yang signifikan bakal berpengaruh terhadap tarif retail yang nantinya dijatuhkan kepada pelanggan.
"Bagusnya turun 40%, biar kita lebih mudah berkreasi saat mengemas dan menawarkan paket bundling kepada pelanggan. Ini karena harga off net mahal, orang masih koleksi banyak nomor," katanya.
Presiden Direktur & CEO Indosat Alexander Rusli juga mengingatkan dalam pembicaraan tiga tahun lalu hanya terjadi penurunan Rp 1. "Kita harapkan turun lebih jauh sekarang. Angka itu sudah tak rasional lagi," katanya.
Sementara Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah memilih menunggu kepastian dari pemerintah terkait besaran penurunan tarif interkoneksi. "Kita tunggu saja yang final," tutupnya.
Seperti diketahui, biaya interkoneksi adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Biaya ini salah satu komponen dalam menentukan tarif ritel selain margin, biaya pemasaran, dan lainnya.
Metode perhitungan tarif interkoneksi dengan Long Run Incremental Cost (LRIC) menggunakan data dari operator dominan.
Jika mengacu kepada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 8/2006, definisi operator dominana adalah yang menguasai pangsa pasar atau pendapatan 25%Β dari segmentasi pasar tertentu.
Hitung ulang biaya interkoneksi yang fenomenal pada 2009 dimana terjadi penurunan sekitar 20%-40% ke tarif ritel. SementaraΒ untuk hitung ulang pada 2011 tidakΒ memberikan dampak signifikan keΒ tarif ritelΒ karena hanya terjadi penurunan sekitar 6%.
Pada 2011, pemerintah dibantu oleh konsultan Tritech untuk perhitungan. Untuk hitung ulang terbaru, konsultan ini tetap dipakai jasanya. Sementara pada 2009 menggunakan jasa Ovum. (rou/ash)