Pemerintah menyatakan siap memberikan subsidi pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah perbatasan. Subsidi tersebut akan menggunakan anggaran dari dana Universal Obligation Service (USO).
Direktur Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Kemenkominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan, pihaknya akan mengalokasikan dana USO sebesar Rp 250 miliar untuk dipakai mensubsidi pembangunan 125 BTS di tapal batas Indonesia.
Pemberian subsidi sendiri akan menggunakan mekanisme USO yang telah didesain ulang. "Kini sifatnya bottom up, di mana pihak Kementerian, Pemerintah Daerah atau Tokoh Masyarakat mengajukan permohonan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)," ujar Wayan ditemui usai acara peresmian layanan broadband Tekomsel di Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subsidi USO nantinya untuk membiayai pembuatan tower, transmisi VSAT dan power. Sementara lahan akan diserahkan pada pihak Pemda. Sedangkan perangkat Base Transceiver Station (BTS) disiapkan oleh operator.
"Namun karena ada kabupaten atau daerah yang mampu, mereka membangun towernya sendiri," ujar Wayan.
Pemilihan operator sendiri, kata Wayan, tidak dilakukan oleh BP3TI. Karena khawatir tidak sesuai dengan perencanaan bisnis operator. Menteri Kominfo yang akan menunjuk operator mana yang akan beroperasi di BTS.
Namun menurut Wayan, sejauh ini baru Telkomsel saja yang bersedia membangun infrastruktur di daerah terpencil seperti itu. Sedangkan operator lainnya, seperti Indosat, XL Axiata, Hutchison Tri Indonesia dan Smartfren cenderung memilih daerah yang potensi bisnisnya tinggi.
Untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di perbatasan memang memiliki tantangan tersendiri, terutama di sisi medan yang harus ditempuh. Hal ini diakui oleh Direktur Penjualan Telkomsel, Mas'ud Khamid.
Ia mencontohkan kala membangun BTS Combat di Sebatik. Pihaknya harus mendatangkan BTS Combat dalam kondisi utuh dari Bandung. BTS tersebut dikirimkan lewat jalur laut melalui pelabuhan di Semarang. Setelah sampai, BTS tersebut akan dikirim ke lokasi lewat jalur darat. Beberapa tempat malah dikirim melalui jalur sungai.
Setelah BTS berdiri, harus menjaga operasionalnya. Biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. "Biaya operasional satu BTS sekitar Rp 40 juta perbulan," ujarnya.
Menginternetkan Indonesia
Selain memperbanyak jaringan telekomunikasi di daerah perbatasan. Pemerintah berencana memperluas akses internet di seluruh pelosok nusantara lewat program subsidi dari dana USO.
Hingga saat ini, dana USO sudah terkumpul Rp 8,1 triliun. Dari dana tersebut, pemerintah akan membangun 125 BTS di daerah perbatasan, 50 desa broadband terpadu dan 800 lokasi akses internet yang tersebar di seluruh nusantara.
Desa broadband terpadu akan dibangun di 17 kabupaten. Pemerintah akan menyediakan akses internet, aplikasi, perangkat dan program pendamping untuk pengembangan SDM.
Dalam program pendamping tersebut, pemerintah mengandeng pihak Universitas Indonesia untuk melakukan pendampingan beberapa waktu untuk memberdayakan masyarakat.
"Program ini diharapkan dapat membentuk relawan TI di tiap daerah. Nantinya merekalah yang akan menyampaikan bagaimana menggunakan dan meanfaatkan internet kepada masyarakat dan siswa di sekolah,' ujar Wayan.
Akses internet sendiri disediakan untuk sekolah di daerah ataupun di wilayah perbatasan. Selain itu, akan ditempatkan pada Balai Latihan Kerja di seluruh Indonesia. Namun tidak menutup kemungkinan dari usulan Pemda maupun Kementerian.
Baik desa broadband dan akses internet memiliki mekanisme berbeda dengan program BTS di perbatasan. Di mana penentuan lokasi berdasarkan data dari Badan Nasional Pembangunan Perbatasan (BNPP). Selanjutnya BP3TI akan menyediakan segala sesuatunya.
Namun BP3TI akan pula melakukan survei untuk melihat kebutuhan daerah tersebut. Dikatakan Wayan, pihaknya tak berani men-drop besar-besaran, karena ditakutkan tidak sesuai.
"Kita hanya menghawatirkan persepsi editor BPK. Jangan sampai dinilai pemborosan. Kita sudah siapkan 2 mbps, tapi yang digunakan hanya 1,5 mbps, misalnya," jelas Wayan.
Untuk itu, pihaknya lebih dulu melakukan pilot project terlebih dulu. "Saat ini sudah ada 3 lokasi, yakni di Balang Siku (Nunukan, Kalimantan Utara), Silawan (Belu, NTT) dan Rawa Biru (Merauke, Papua). Sisanya akan disurvei terlebih dulu untuk menentukan lokasi yang tepat," pungkas Wayan.Β
(rns/rns)