Indonesia punya prospek cerah untuk bisnis internet. Gampangnya, lihat saja bagaimana Indonesia merajai jumlah pengguna di sosial media. Namun sayangnya, untuk akses internasional jalurnya masih numpang negara tetangga.
Melihat kondisi ini, para pengamat, praktisi, dan pebisnis jaringan internet tampaknya mulai gerah. Pasalnya, Indonesia sebenarnya dinilai layak menjadi salah satu pilihan untuk hub internet global karena memiliki potensi pengguna dan trafik yang besar.
"Selama ini hub untuk trafik ke internet global untuk Asia ada di Singapura, Hong Kong, atau Jepang. Padahal, Indonesia layak dan mampu sebagai hub kalau melihat potensi pasar dan pertumbuhan trafik internet lima tahun belakangan ini," kata Guru Besar ITB Suhono Harso Supangkat, di Jakarta, Rabu (27/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau secara geografis sekarang ini Singapura memang lebih dominan. Tapi bisa saja kalau memang trafik Indonesia nanti jadi paling besar dan kita punya gateway ke luar yang tidak lewat Singapura," katanya.
Sementara Sylvia Sumarlin, mantan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengatakan, usulan untuk menjadikan Indonesia sebagai bagian dari hub internasional sudah pernah dilontarkan sejak lama.
"Itu sangat-sangat mungkin (untuk jadi hub internet global). Saya pernah usulkan pada zaman Pak Nuh (Menkominfo Muhammad Nuh) dan pas saya masih menjadi Ketua Umum APJII," kata Evie, panggilan akrab Sylvia.
Dalam usulannya, Internet Server Consortium, APNIC dan APJII telah menjalankan root server di Indonesia. Indonesia dipercaya mengelola dua unit root server dunia. Hal ini tidak terjadi di Malaysia maupun Singapura.
Lebih lanjut dikatakan, badan konsorsium dunia pengelola server ini melihat potensi trafik internet di Asia Pasifik bakal didominasi oleh Indonesia. Konkritnya, bila Indonesia memberikan peluang dan bantuan bagi pengelola-pengelola Data Center dan ISP untuk memperbesar layanan trafiknya, maka trafik-trafik luar justru masuk ke Indonesia, bukan sebaliknya.
"Contohnya, di sektor perbankan. Saat ini transaksi perbankan lokal di-manage oleh Singapura. Data centernya di sana. Kliring data juga di sana. Padahal yang transaksi orang-orang dan perusahaan di Indonesia," paparnya.
"Kenapa Singapura? Karena Singapura sudah memenuhi kualitas tertinggi yakni tier 4. Indonesia sampai kini tidak mungkin mencapai tier 4 dikarenakan ketentuan bahwa sebuah data center tier 4 wajib mendapat suplai listrik dari dua perusahaan listrik yang independen.
"Nah, Indonesia hanya memiliki PLN. Sedangkan sumber listrik dari genset, UPS, dan lainnya tidak termasuk. Meskipun ada data center yang mampu punya 10 genset. Tetapi hal itu tidak memenuhi standar untuk perbankan. Hanya gara-gara kita tidak sadar, maka kesempatan juga hilang," sesal Evie.
Menurut Suhono, pengguna internet di Indonesia pada 2013 lalu telah mencapai 71,19 juta atau tumbuh 13% dibandingkan 2012 sebesar 63 juta pengguna. Ini artinya pengguna tumbuh terus dobel digit, pastinya trafik keluar kian besar." Bayangkan operator kita ramai-ramai bangun link ke Singapura, padahal kita bisa juga menembus langsung ke Amerika Serikat," paparnya.
Menurutnya, Indonesia sudah memiliki backbone kabel laut dan serat optik lumayan kuat dengan Telkom akan menyelesaikan proyek Sulawesi-Maluku-Papua Cable System (SMPCS).
"Link sudah ada tinggal diteruskan ke luarnya, bisa melalui Manado, Filipina, Guam, setelah itu ke Amerika Serikat. Hub ini penting dan strategis bagi Indonesia, masa harus ke negara tetangga dulu baru ke Amerika Serikat," sarannya.
Seperti diketahui, Telkom pada 7 Maret 2014 lalu telah bergabung dengan konsorsium South East Asia - Middle East -Western Europe 5 (SEA-ME-WE 5) yang menghubungkan Indonesia ke negara-negara belahan Barat.
Selain itu Telkom juga telah tergabung di konsorsium kabel laut Asia America Gateway (AAG), South East Asia Japan Cable System (SJC), Batam Singapore Cable System (BSCS), Dumai Malaka Cable System (DMSC), dan Thailand-Indonesia-Singapore (TIS).
Operator BUMN ini juga tengah menyelesaikan proyek SMPCS yang menelan investasi kurang lebih Rp 1,7 triliun. Proyek SMPCS mencakup penggelaran Kabel Laut sepanjang 5.444 km dan Kabel Darat sepanjang 655 km yang menggunakan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) guna menghadirkan jaringan dengan kapasitas bandwidth 32x100 Gigabytes per fiber pair-nya. Proyek ini diperkirakan beroperasi penuh pada 2015 mendatang.
Di tengah investasi yang besar, Telkom mampu menunjukkan operasional yang membanggakan di semester I 2014 dimana pendapatan dalam periode itu mencapai angka Rp 43,54 triliun tumbuh 8,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara keuntungan sebesar Rp 7,411 triliun sepanjang semester I 2014 atau naik 4% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 7,125 triliun.
Performa saham Telkom pada semester pertama 2014 juga mencatat hasil yang memuaskan. Harga saham Telkom mampu menyentuh angka Rp 2.785 per lembar saham. Saat ini harga saham Telkom sudah mengalami kenaikan sebesar 48% dibandingkan harga saham pada akhir tahun 2012.
(rou/ash)