Beberapa tahun silam, Ericsson berkolaborasi dengan Sony memproduksi ponsel Sony-Ericsson. Namun tahun 2012, Ericsson memutuskan tidak lagi melayani konsumen secara langsung dan fokus pada business to business.
Meski demikian, bisnis perusahaan yang kini dipimpin Hans Vestberg itu tak jauh-jauh dari ponsel. Ericsson adalah penyedia infrastruktur jaringan, solusi IT dan OSS/BSS yang banyak berpartner dengan operator telekomunikasi. Termasuk operator di Indonesia seperti Telkomsel, Indosat dan XL. Dengan market share diklaim terbesar di seluruh dunia, Ericsson adalah pemain yang sangat berpengaruh pada pengembangan ICT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan tingginya pertumbungan jumlah pengguna ponsel di seluruh dunia, masa depan Ericsson pun berada di tangan para pemilik telepon genggam. Nonton YouTube di tempat tidur, posting foto sebelum makan, dan update status saat galau. Rangkaian kebiasaan tersebut menjadi pertimbangan Ericsson saat mengembangkan bisnis.
"Bagaimana kami di masa depan tergantung pada konsumen. Seperti apa keseharian mereka. Apa yang diharapkan ada di masa depan. Dan apakah mereka mau membayar untuk layanan yang diimpikan," jelas Ulf Ewaldsson, Chief Technology Officer Ericsson, di hadapan 95 wartawan dari seluruh penjuru dunia, termasuk detikINET, pada event Ericsson Business & Innovation Forum 2013, Jumat (1/11/2013) di Tokyo, Jepang.
Peranan produsen konten dan perangkat juga penting dalam ekosistem ICT. Karena itu Ulf berharap semua pihak mau berkolaborasi untuk memberikan layanan optimal pada konsumen. "Yang paling penting adalah performa jaringan yang unggul," tegasnya.
Ke depan, Ulf mengusung konsep sentient networks. Jaringan akan dikembangkan bak memiliki panca indera dan kemampuan super. Bisa merasakan ketika ada masalah, otomatis menyesuaikan / memperbaiki diri jika diperlukan, dan selalu on kapan pun di mana pun.
Indonesia
Pada hari ketiga event Ericsson Business & Innovation Forum 2013, detikINET diajak mengunjungi Ericsson Test Center di Yokohama. Tempat tersebut adalah pusat pengujian performa jaringan untuk pelanggan Jepang.
Ribuan skenario yang memungkinkan konsumen tidak mendapat layanan voice & data yang maksimal disimulasikan. Sehingga ketika masalah datang atau diprediksi akan terjadi, Ericsson bisa mengantisipasi dan mengatasi dengan segera.
Jika pelanggan Jepang dilayani dengan begitu baik, bagaimana dengan Indonesia? Standar prosedur pelayanan sebenarnya sama. Tapi bukan sedikit faktor yang membuat pelanggan Indonesia tak bisa mendapat kemewahan fungsi telepon seluler. Dari sisi waktu implementasi teknologi, jelas kita tertinggal. Belum lagi pembangunan infrastruktur dan regulasi yang selalu menjadi tantangan.
Jadi ketika beberapa dari kita bermimpi kapan LTE akan menyapa, Ulf lebih berambisi fokus membawa 3G ke seluruh penjuru negeri. Ia berkata, "LTE bukan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk saat ini. Fokus besar di Indonesia adalah 3G. Bagaimana bisa menjangkau semua area dan memberikan konsumen pengalaman berinternet yang menyenangkan."
Beristri perempuan Indonesia, Ulf punya jadwal rutin berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan diri bermalam di Blitar. Sebagai bos perusahaan dunia yang intens berpartner dengan operator, pastinya sangat frustasi ketika layanan prima tak sampai ke Blitar.
Kapan Indonesia bisa serba 3G? Tergantung pada kemampuan dan keinginan operator berinvestasi pada pembukaan dan pengembangan jaringan baru. Tapi bukan hanya itu aspek yang jadi perhatian. Fakta masih minim ponsel 3G berharga murah di pasaran membuat pengembangan mobile broadband juga jadi tersendat.
"Yang banyak di pasaran saat ini terminal 2G. Tampilan menarik seperti smartphone. Tapi ketika masih 2G, ya bukan smartphone namanya. Tapi konsumen banyak yang tidak mengerti," keluhnya.
Dengan meningkatnya penggunaan smartphone yang berimbas pada data -saat ini penetrasi smartphone di Indonesia masih 11%- Ericsson sebagai partner operator telekomunikasi pasti diuntungkan. Tapi ada hal yang lebih besar dari itu.
Ketika mobile broadband bukan lagi barang mahal, efek multiplier dari manfaat pengembangan ICT akan terasa ke semua lapisan masyarakat. e-learning untuk murid di pedalaman, transaksi internasional untuk pengusaha skala kecil, pengurusan dokumen secara online, dan deretan manfaat lainnya.
Sudah banyak studi yang menunjukkan optimalisasi ICT berkorelasi positif pada peningkatan produk domestik bruto suatu negara. Jika Indonesia bisa segera mengimplementasikannya, luar biasa!
(ine/fyk)