Sirekap Pemilu 2024 Dituding Banyak Kesalahan, Bisa Dicurangi?
Hide Ads

Sirekap Pemilu 2024 Dituding Banyak Kesalahan, Bisa Dicurangi?

Anggoro Suryo - detikInet
Kamis, 15 Feb 2024 13:15 WIB
Sirekap Pemilu 2024
Foto: Adi Fida Rahman/detikINET
Jakarta -

Aplikasi Sirekap menjadi pembicaraan netizen, bahkan sempat masuk jajaran trending topic di X, karena dituding banyak mengalami kesalahan pembacaan dokumen C dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu 2024.

Sistem optical character recognition (OCR) yang dipakai oleh Sirekap dituding menggelembungkan suara pasangan calon (paslon) tertentu dengan melakukan kesalahan pembacaan data.

Misalnya, seperti pada postingan di atas, angka 157 terbaca sebagai 457. Menurut Alfons Tanujaya, pengamat keamanan siber dari Vaksincom, ia menghargai keterbukaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memberikan dokumen perbandingan dengan hasil berbentuk grafik, yang bertujuan untuk memberikan gambaran hasil penghitungan suara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dan sudah ada disclamer kan bahwa ini bukan hasil yang sah tetapi untuk mempercepat perhitungan supaya masyarakat mendapatkan gambaran hasil perhitungan suara," kata Alfons saat dihubungi detikINET.

Meski tak menampik kemungkinan bahwa Sirekap ini bisa dicurangi, menurutnya kesalahan pembacaan ini terjadi karena masalah teknis, misalnya pada perangkat yang dipakai di TPS.

ADVERTISEMENT

"Kalau memang niat yah bisa (sistem dicurangi-red). Yang jadi masalah ini bukan scanner. Karena perangkat yang dipakai untuk foto adalah ponsel yang kualitas kameranya berbeda-beda. Dan mereka pakai OCR yang memang tidak 100% akurat," pungkasnya.

Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika KPU menambahkan logika sederhana pada aplikasi Sirekap. Yaitu dengan menjumlahkan perolehan suara dari masing-masing paslon dan dibandingkan dengan jumlah total suara dari TPS tersebut.

"Jadi sebelum dimasukkan ke Sirekap, setiap data selalu diperiksa logic-nya. Apakah total sinkron dan benar merupakan perjumlahan dari 3 suara paslon. Kalau tidak memenuhi logic, dipinggirkan dulu untuk diperiksa manual. Setelah itu baru dibenarkan," pungkas Alfons.

"Karena tidak dikerjakan (oleh KPU-red), jadi PR (pekerjaan rumah-red) untuk satu Indonesia ngecek jutaan upload," tutupnya.




(asj/asj)