4. Tanggapan dan kritik dari para pakar
Menurut pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya, data KPAI ini sangatlah personal, karena selain mengandung data kependudukan seperti NIK dan nomor ponsel, data ini milik orang yang dalam kesusahan.
"Ini data orang dalam kesusahan, broken home, kena musibah. Lalu disebarluaskan. Penjualnya perlu dihujat jika benar memperjualbelikan data seperti ini," ujar Alfons ketika dihubungi detikINET, Kamis (21/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alfons juga menyatakan kalau data seperti ini seharusnya dilindungi dengan hati-hati oleh KPAI. Lalu komunitas hacker pun seharusnya menyadari kalau menyebarkan data seperti ini sangat tidak etis.
"Harusnya komunitas peretas juga memahami pembocoran data ini apalagi menjual data KPAI ini sangat tidak etis. Ada baiknya komunitas peretas menekan penjual data ini untuk tidak menjual data seperti ini. Semoga saja ada yang bisa mencerahkan si penjual data," jelas Alfons.
Sementara itu Dr Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC menjelaskan, sebaiknya penguatan sistem dan SDM harus ditingkatkan. Adopsi teknologi utamanya untuk pengamanan data juga perlu dilakukan.
Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan karena memang kesadaran keamanan siber masih rendah. Yang terpenting dibutuhkan UU PDP yang isinya tegas dan ketat seperti di Eropa. Ini menjadi faktor utama, banyak peretasan besar di tanah air yang menyasar pencurian data pribadi
"Sudah berkali-kali kejadian seperti ini, seharusnya Pemerintah dan DPR bisa sepakat untuk menggolkan UU PDP, Tanpa UU PDP yang kuat, para pengelola data pribadi baik lembaga negara maupun swasta tidak akan bisa dimintai pertanggungjawaban lebih jauh dan tidak akan bisa memaksa mereka untuk meningkatkan teknologi, SDM dan keamanan sistem informasinya," pungkasnya.