Menurut Cooperative Cyber Defence Centre of Excellence (CCD CEO) NATO, ransomware Petya merupakan sebuah serangan siber yang kemungkinan didalangi oleh pelaku atau kelompok dengan persetujuan negara.
"Karena sistem pemerintahan penting yang diincar, maka jika benar operasi ini dilakukan sebuah negara bisa dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan," ujar seorang peneliti CCD CEO, Tomáš Minárik dalam pernyataannya yang dikutip dari The Verge, Senin (3/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemungkinan Petya menyerang dengan landasan motif politik di belakangnya. Korban dari Petya marak di Eropa Timur, tepatnya Ukraina di mana pihak kepolisian setempat menerima lebih dari 1.000 pesan gangguan pengoperasian jaringan dalam kurun waktu sekitar 24 jam.
Serangan Petya ini dapat mengekripsi atau mengunci harddisk komputer dan meminta tebusan berupa Bitcoin apabila ingin membukanya.
"Operasinya tidak terlalu rumit, tapi masih dikategorikan rumit dan cukup mahal jika dipersiapkan dan dieksekusi oleh peretas biasa," ungkapnya.
Bisa jadi Rusia adalah dalang dari masalah ini, mengingat perselisihan antara Ukraina dan Rusia. Namun demikian, hal itu belum terbukti dan Rusia sendiri juga menjadi korban serangan Petya. (fyk/fyk)