Jejak Hitam Hacker Rusia Tak Cuma di AS
Hide Ads

Jejak Hitam Hacker Rusia Tak Cuma di AS

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Jumat, 30 Des 2016 15:58 WIB
Ilustrasi Foto: Reuters
Jakarta - Pemerintah AS mengusir 35 orang diplomat Rusia karena Negeri Beruang Merah itu dianggap ikut campur dalam urusan pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat melalui bermacam serangan cyber.

Namun aksi hacker -- yang diduga -- Rusia tak cuma di AS, melainkan juga di Ukraina. Dalam dua bulan terakhir, bermacam institusi pemerintahan Ukraina menerima sekitar 6.500 serangan oleh hacker, termasuk insiden yang menunjukkan keterlibatan lembaga keamanan Rusia dalam melancarkan perang cyber terhadap Ukraina.

Selama Desember misalnya, ada serangan cyber terhadap kementerian finansial dan pertahanan, termasuk badan kas negara, yang bertugas mengalokasikan dana ke berbagai institusi pemerintahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Si hacker juga berhasil menyerang pembangkit listrik di negara itu, yang menyebabkan sebagian kota Kiev -- ibukota Ukraina -- mengalami blackout karena tak ada listrik yang mengalir, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Jumat (30/12/2016).

"Aksi terorisme dan sabotase pada fasilitas infrastruktur penting masih bisa terjadi saat ini. Investigasi terhadap sejumlah insiden menunjukkan keterlibatan baik langsung maupun tak langsung pada lembaga keamanan Rusia yang melancarkan perang cyber terhadap negara kami," ujar Petro Poroshenko, presiden Ukraina dalam pernyataannya.

Salah satu dampak dari serangan cyber yang ditujukan ke Ukraina itu adalah para PNS dan pensiunan PNS tak bisa menerima gaji, karena serangan tersebut menyebabkan badan kas negara Ukraina terpaksa menghentikan kegiatannya.

Ditambah lagi sebuah laporan terbaru dari lembaga keamanan cyber CrowdStrike, yang menyebut grup hacker terkait dengan pemerintah Rusia diduga menyebarkan malware ke perangkat Android yang bisa memantau dan menyerang unit artileri milik Ukraina sejak akhir 2014 hingga 2016.

Hubungan antara Rusia dan Ukraina memburuk pada 2014 lalu, setelah Rusia menginvasi Crimea dan mendukung gerakan separatis pro Rusia yang ada di bagian timur Ukraina, di mana keduanya masih berperang meski sudah ada perjanjian gencatan senjata. (asj/fyk)
Berita Terkait