Mengenal Gajah Sumatra, Penjaga Ekosistem Alam yang Habitatnya Kian Terancam
Hide Ads

Mengenal Gajah Sumatra, Penjaga Ekosistem Alam yang Habitatnya Kian Terancam

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 03 Des 2025 19:38 WIB
Mengenal Gajah Sumatra, Penjaga Ekosistem Alam yang Habitatnya Kian Terancam
Seekor anak Gajah Sumatra jinak berusaha menjangkau kamera fotografer di Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau, Selasa (13/8/2019). Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Jakarta -

Gajah Sumatra merupakan salah satu satwa kunci yang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan di Sumatra. Namun dalam beberapa dekade terakhir, ruang hidup mereka terus menyusut akibat deforestasi dan konflik lahan yang meningkat.

Sebagai spesies payung (umbrella species), keberadaan gajah Sumatra tidak hanya berpengaruh pada kelangsungan hidup satwa lain, tetapi juga pada kualitas lingkungan secara keseluruhan. Dirangkum detikINET dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa fakta tentang gajah Sumatra.

Hewan Cerdas

Gajah Sumatra, sesuai dengan namanya, merupakan subspesies dari gajah Asia yang hanya berhabitat di Pulau Sumatra. Hewan dengan nama latin Elephas maximus sumatranus ini memiliki postur lebih kecil daripada subspesies gajah India. Meski demikian, ia memegang peran besar dalam menjaga keseimbangan hutan tropis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gajah Sumatra merupakan mamalia terbesar di Indonesia, beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 meter. Periode kehamilan untuk bayi gajah Sumatra adalah 22 bulan dengan umur rata-rata sampai 70 tahun.

Herbivora raksasa ini sangat cerdas dan memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia darat lain. Telinga yang cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh. Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air dengan cara memegang atau menggenggam bagian ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup.

ADVERTISEMENT

Penjaga Hutan Tetap Hidup

Gajah Sumatra dikenal sebagai 'insinyur ekosistem'. Mereka membantu mempertahankan kesehatan hutan melalui perilaku makannya. Ia menjamin ketersediaan pakan bagi gajah lain bahkan satwa lainnya, dan secara tidak langsung membantu menyebarkan benih-benih tumbuhan dan pepohonan di dalam hutan dalam jarak puluhan kilometer melalui kotorannya.

Gajah memakan hingga 112 jenis spesies tanaman dari tumbuhan bawah hingga dedaunan yang ada di pohon. Secara umum gajah memakan lima bagian dari tumbuhan yaitu daun, batang, akar, buah, dan kulit. Namun dari kelima bagian tersebut daun merupakan bagian yang paling disukai gajah.

Hewan raksasa ini juga memiliki peran membuka jalur alami di dalam hutan, memungkinkan satwa lain untuk bergerak, dan membantu regenerasi hutan, terutama di area yang sulit dijangkau manusia. Peran-peran ini membuat gajah menjadi indikator penting kesehatan hutan tropis Sumatra.

Populasinya Menurun Drastis

Status konservasi gajah Sumatra berada pada kategori kritis (Critically Endangered). Diperkirakan hanya tersisa sekitar 1.500-2.000 individu yang hidup tersebar di Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Lampung.

Populasinya yang semakin sedikit dan lambatnya proses perkembangbiakan gajah menyebabkan hewan ini menghadapi berbagai ancaman serius. Di luar itu, penyebab utama menurunnya populasi gajah bukan semata faktor alami, melainkan tekanan kuat dari aktivitas manusia.

Banyak populasi gajah yang berkurang karena terjebak dalam kantung-kantung kecil yang tidak cocok untuk mendukung kehidupan gajah. Hal ini memicu konflik antara manusia dan gajah yang mengancam punahnya gajah Sumatra. Praktik perburuan juga berperan besar mengurangi populasi gajah Sumatra, karena gading bernilai ekonomi tinggi.

Sebanyak 65% populasi gajah Sumatera lenyap dibunuh manusia, dan 30% kemungkinan dibunuh dengan cara diracuni oleh manusia. Sekitar 83% habitat gajah Sumatra telah menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan yang agresif.

Habitat Kian Tergerus

Gajah Sumatra membutuhkan wilayah jelajah yang luas, hal ini karena gajah butuh merasa aman dan nyaman, agar aktivitas hariannya tidak terganggu. Seekor gajah membutuhkan ruang jelajah seluas 680 ha.

Namun dalam 30 tahun terakhir, Sumatra kehilangan sebagian besar tutupan hutannya akibat konversi hutan menjadi kebun kelapa sawit, pembukaan lahan tambang, pembangunan jalan dan prmukiman, serta perluasan perkebunan monokultur lainnya.

Akibatnya, jalur jelajah gajah yang rata-rata mencakup area seluas ratusan kilometer persegi, menyusut dan terfragmentasi. Gajah yang kehilangan habitat terpaksa memasuki area pertanian atau pemukiman, memperbesar risiko konflik dengan manusia.

Gajah pun terancam diburu, diracun, atau terperangkap karena dianggap mengganggu. Banyak kasus menunjukkan gajah ditemukan mati akibat jerat, racun, atau terjebak banjir bandang karena habitatnya tidak lagi mampu menahan air setelah hutan hilang.

Upaya Konservasi

Berbagai cara untuk melindungi gajah diupayakan, antara lain melalui konservasi di Taman Nasional, patroli tim mitigasi konflik gajah, program restorasi hutan, dan pelatihan masyarakat untuk penanganan konflik tanpa kekerasan.

Namun tanpa pengendalian alih fungsi lahan yang lebih ketat dan perlindungan habitat kunci, populasi gajah akan terus terancam. Menyelamatkan gajah Sumatra bukan hanya upaya menjaga satu spesies, tetapi juga memastikan kelangsungan hutan tropis yang menjadi penopang hidup jutaan manusia.

Hutan yang sehat menjaga air, udara, keanekaragaman hayati, hingga stabilitas iklim. Apabila habitat mereka terus hilang, bukan hanya gajah yang punah, tetapi juga keseimbangan alam Sumatra yang ikut runtuh.




(rns/rns)
Berita Terkait