Banjir di Bali membuat jalan lumpuh, bangunan rusak, hingga nyawa melayang. Korban yang meninggal dunia dari bencana ini ialah Nita Kumala (23) warga Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, dan juga I Komang Oka Sudiastawa (38) warga Desa Dangin Tukadaya.
Penyebab banjir di Bali disebut karena curah hujan yang tinggi, bahkan tertinggi sepanjang sejarah. Hal ini dijelaskan oleh Siswanto, Pakar Iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG).
"Di Jembrana Bali, banjir disebabkan oleh curah hujan ekstrem, 385,5 mm/hari. Ini bahkan merupakan hujan dengan curah tertinggi dalam catatan sejarah," jabarnya kepada detikINET, Rabu (10/9/2025) melalui pesan singkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dari analisis BMKG, hujan lebat yang cukup merata di Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan barat daya, disebabkan oleh fenomena atmosfer regional yang dikenal sebagai Gelombang Ekuatorial Rossby.
"Fenomena gelombang atmosfer ekuatorial Rossby adalah salah satu jenis gelombang besar di atmosfer yang sangat berpengaruh terhadap pola cuaca di wilayah tropis, termasuk Indonesia. Gelombang ini dinamai dari Carl-Gustaf Rossby, ilmuwan yang pertama kali mengidentifikasinya pada 1930-an," jelasnya.
Gelombang Rossby Ekuatorial memiliki sejumlah karakteristik utama, antara lain:
- Pergerakan: Bergerak dari barat ke timur di sepanjang ekuator dengan kecepatan relatif lambat, sekitar 5-10 meter per detik.
- Periode: Biasanya berlangsung selama 10-20 hari.
- Skala: Merupakan gelombang atmosfer berskala planet, dipengaruhi oleh rotasi bumi (efek Coriolis) dan distribusi tekanan atmosfer.
- Dampak: Ketika aktif, gelombang ini dapat menyebabkan ketidakstabilan angin di lapisan bawah atmosfer dan mendorong akumulasi massa udara lembap dari wilayah laut tropis seperti Samudra Hindia dan Laut Jawa.
Beberapa studi menyebut dampak Gelombang Rossby ekuatorial terhadap cuaca adalah sering menjadi pemicu pertumbuhan awan konvektif yang intens yang menimbulkan hujan lebat juga cuaca ekstrem, termasuk yang baru-baru ini terjadi di Bali dan NTB, menyebabkan banjir serta angin kencang.
Sebagai informasi tambahan, pada musim kemarau kali ini, atmosfer dan laut wilayah Indonesia lebih hangat dari biasanya. Konsekuensinya, uap air melimpah di atmosfer sehingga mudah menghasilkan awan dan hujan ekstrem, meskipun tetap perlu kondisi dinamika atmosfer berupa pola cuaca tertentu.
"Jadi, sekalipun gelombang Rossby aktif, kalau tidak ada kelimpahan uap air juga tidak terjadi hujan ekstrem. Ini menandai peran dan dampak pemanasan global atau perubahan iklim pada hujan ekstrem di Indonesia. Ini menguatkan hipotesa saya sebagaimana dibuktikan dari data panjang Jakarta dimana berdasar Teori Clausius Clapeyron peningkatan daya tangkap atmosfer terhadap atmosfer di Indonesia 14%, dobel dari Teori CC yang dihitung Trenberth," imbuhnya.
Sementara itu, Balai Besar MKG Wilayah III juga telah mengeluarkan rilis untuk bencana banjir yang terjadi di Bali.
"Kondisi cuaca di wilayah Bali (Jembrana, Tabanan, Badung, Denpasar, Gianyar, Klungkung dan Karangasem) menunjukkan akumulasi curah hujan harian berada dalam kategori lebat (>50 mm/hari) hingga kategori ekstrem (> 150 mm/hari)," begitu bunyi rilis yang diterima detikINET, Rabu (10/9/2025).
Dari analisis dinamika atmosfer menunjukkan kondisi ektrem ini dipicu oleh aktifnya gelombang Ekuatorial Rosby yang berdampak memicu pertumbuhan awan-awan konvektif ditambah dengan kondisi kelembaban udara dalam katagori lembab hingga lapisan 200 mb (12.000 meter). Kondisi ini mendukung pembentukan awan konvektif dengan puncak awan yang tinggi sehingga menimbulkan hujan lebat disertai kilat/petir.
"Dalam tiga hari ke depan masih berpotensi terjadinya hujan ringan-sedang di sebagian besar wilayah Bali. Himbauan kepada masyarakat agar memperhatikan informasi cuaca terkini yang dikeluarkan oleh BMKG melalui media sosial resmi," tambahnya.